Minggu, 18 Desember 2016

AL QURAN SEBAGAI PENGGERAK HATI



“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maidah: 51)

Ayat tersebut sangat luar biasa maknanya bagi seluruh umat muslim di Indonesia, dari orang yang fasih dalam pembacaan Al Quran sampai orang yang mungkin belum bisa membaca Al Quran. Semua orang teralihkan untuk mencari tahu ada apa dengan ayat ini, bahkan saya pun sedikit mencuri waktu disela istirahat kerja untuk sedikit belajar tentang Surat Al Maidah 51. Dan memang luarbiasa kandungan yang tertera dalam ayat ini, bagaimana islam mengatur dalam pemilihan pemimpin yang sesuai dengan aqidahnya. Tapi anggapan atau opini setiap orang berbeda tentang memaknai pemimpin yang baik itu seperti apa, akan sama pemikiran jika umat muslim berorientasi pada kehidupan akhirat yang mana kita harus memilih pemimpin sesuai dengan aqidah kita dan berpedoman pada Al Quran.

Tak pelak jika umat muslim ini berlindung pada surat Al-Maidah 51 dalam pemilihan pemimpin karena memang seperti itulah yang diatur dalam pedoman hidup seorang muslim yaitu Al Quran. Betapa terkejutnya ketika saya melihat salah satu teman yang men-share video tentang Gubernur Jakarta yang berpidato di Kepulauan Seribu itu, dalam video-nya terdapat kalimat “jangan mau dibohongin dengan surat Al Maidah 51”, hal itu sontak memacu adrenalin saya, saya sebagai seorang muslim tidak bisa menerima bahwa apa yang tertulis di pedoman hidup saya dianggap alat untuk membohongi. Bapak Gubernur ini benar-benar menyulut emosi umat muslim di Indonesia dan mengusik kedamaian umat beragama yang selama ini bisa terjaga. Banyak pengguna media sosial saling men-share pemberitaan tersebut, tak sampai 8 jam berita ini sudah menjadi trending topic di dunia maya. Media televisi, elektronik, bahkan cetak pun ramai dengan tagline “Penista Agama” dalam beberapa hari yang menjadikan topik pembicaraan dimanapun tempat saya berada.

Semakin ramai pembahasan akan masalah penistaan agama ini, banyak yang pro kontra mengenai hal tersebut apakah masuk dalam penistaan agama atau tidak. Bahkan sesama muslim pun banyak yang berbeda pendapat, banyak dari mereka yang beranggapan bahwa pernyataan Gubernur Jakarta ini tidak mengandung penistaan agama. Memang seperti itulah hidup dimana setiap orang mempunyai opini nya masing-masing, tetapi opini yang dihasilkan dari pengkajian yang mendalam berdasar ilmu pengetahuan yang dimiliki dan dapat dipertanggungjawabkan.

Dugaan penistaan agama ini langsung direspon oleh beberapa ormas islam, bahkan MUI pun mengeluarkan fatwa bahwa hal tersebut masuk dalam lingkaran penistaan agama. Sontak banyak pihak yang mulai melaporkan penistaan agama tersebut ke kepolisian agar bisa di tindak secara hukum. Semakin ramai pembicaraan yang berkonten penistaan agama di manapun tempatnya dan masyarakat masih menunggu respon dari kepolisian untuk bisa ditindak dengan cepat. Akan tetapi pada akhirnya masyarakat masih kurang puas dengan kinerja yang dianggap lambat dari kepolisian, masyarakat ingin mengingatkan bahwa ini adalah masalah yang serius. Masalah yang amat sensitif karena menyangkut kepercayaan dan keyakinan umat muslim yang diganggu.

Terdengar santer bahwa akan ada aksi demonstrasi pada tanggal 4 November untuk menuntut kasus dugaan penistaan agama ini, masyarakat ingin ketajaman hukum dimana siapapun yang melakukan kesalahan baik orang yang punya jabatan sampai masyarakat sipil harus ditindak secara hukum. Kami sebagai muslim meyakini bahwa suatu saat nanti pengadilan Allah lah yang paling adil, dan ketika Bapak Gubernur meminta maaf pun kami sudah memaafkan. Akan tetapi kembali lagi bahwa Indonesia adalah negara hukum, jika setiap orang yang menista agama tidak ditindak secara hukum maka di khawatirkan nanti akan terjadi hal sedemikian rupa lagi.

Aksi demo bela islam II ini terkenal dengan aksi 411, serentak terjadi di beberapa kota seperti Jakarta, Bandung, Solo, Semarang, Surabaya, Medan, Malang, Makassar, dll. Semua elemen masyarakat berkumpul untuk bersama-sama menyuarakan aspirasi mereka mengenai penistaan agama ini. Ribuan bahkan ratusan ribu umat muslim memadati jantung kota mereka, mereka melakukan aksi damai longmarch membawa pesan bahwa kepolisian harus segera memproses dan menahan si penista agama.

Pagi hari pada tanggal 3 november sebelum berangkat kerja saya sempatkan membaca berita di salah satu portal elektronik yang menyebutkan bahwa pemerintah melalui Kemkominfo memblokir 11 situs web yang dianggap menyebabkan sentimen SARA. Salah satu situs yang diblokir adalah smstauhiid.com milik Abdullah Gymnastiar. Saya sendiri merasa ada yang ganjil dengan pemblokiran ini, situs tersebut bukanlah situs yang menebarkan sara melainkan mengajak orang untuk dekat kepada Allah. Jika Menkominfo beranggapan situs tersebut menyebabkan isu sara maka perlu dilihat dan dikaji kembali mengenai konten yang dipublikasikan situs tersebut.

Siang itu hari jumat tanggal 4 November saya melewati jalan Ir.H.Juanda Bandung, terlihat banyak aparat kepolisian di pinggir jalan. “Kang ini ada acara apa ya kok banyak polisi dan jalur di alihkan?” tanya saya pada penjual buah, “Ada demo kang, umat muslim yang demo penistaan agama” jawabnya. Sengaja saya parkir motor saya di pinggir jalan untuk sekedar melihat perjuangan dan semangat saudara muslimku untuk pembelaan Al Quran yang telah di nistakan. Betapa terkejutnya saya melihat ribuan orang melakukan longmarch dari PUSDAI sampai ke Gedung Merdeka di Jl. Asia Afrika. Bagaimana mungkin orang mau membuang waktu pada jam kerja untuk melakukan demo? Berjalan sejauh 3km ditengah teriknya matahari? Ini dia yang tidak masuk di akal, tapi masuk di hati. Orang tidak akan pernah memahami perjuangan yang dilakukan ini jika memang hatinya tidak terbuka, tidak merasakan apa yang di rasakan umat muslim ketika pedoman hidupnya di tuduh menjadi alat pembohong dalam pemilihan pemimpin.

Saya hanya bisa mengikuti perkembangan aksi ini dari berita yang berada dalam layar  kaca handphone saya. Sebelumnya aksi 411 ini memang sudah ditekankan oleh ketua GNPF-MUI Ust.Bachtiar Nasir dan ketua FPI M.Rizieq Syihab bahwa aksi ini akan berjalan damai tanpa anarkis. Aksi di Jakarta berlangsung di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Bundaran Bank Indonesia, dan Istana Kepresidenan. Banyak umat muslim yang datang dari luar kota ke Jakarta untuk ikut dalam aksi ini, mereka sudah berada di Masjid Istiqlal dan memenuhi setiap shaf saat shalat subuh. Masjid Istiqlal yang berkapasitas 200.000 pun tak mampu untuk menampung umat yang sedemikian banyak ini. Kembali lagi pada masalah hati lah yang mampu menggerakkan umat yang sangat banyak ini, bukan politik bahkan ekonomi semata.

Jakarta berubah menjadi “lautan putih” oleh demonstran yang kebanyakan memakai pakaian putih sebagai identitas mereka. Beberapa toko yang berada di sekitar aksi pun mendadak tutup mangantisipasi akan terjadi hal di luar perkiraan. Kantor pusat saya pun yang berada di Senayan mendadak di pulangkan setengah hari karena mobilitas karyawan yang terganggu. Sungguh sangat berdampak luas akan aksi damai ini dan menunjukkan bahwa Aksi Bela Islam II adalah aksi yang amat serius dari masyarakat mengenai pembelaan mereka terhadap Al Quran yang telah di nistakan. Banyak elemen mengambil bagian dalam Aksi Bela Islam ini seperti para pengusaha air minum yang mendonasikan air mineral untuk peserta aksi, pengusaha sound system agar suara orasi menggelegar dan mampu di dengar semua peserta, bahkan masyarakat biasa pun berlomba-lomba memberikan apa yang mereka punya seperti makanan untuk para peserta aksi. Aa Gym sendiri beserta ribuan santrinya khusus mengambil bagian bersih-bersih dengan sapu dan kantong plastik yang mereka bawa. Sungguh indahnya melihat hal semacam ini yang mana umat muslim menunjukkan kualitas akhlak mereka saling tolong-menolong.

Berdasarkan kronologi kejadian dari GNPFMUI usai shalat jumat di Masjid Istiqlal semua peserta demo melakukan longmarch menuju istana, dan dilanjutkan orasi didepan Istana secara bergantian oleh beberapa elemen yang ada. Perwakilan aksi bela islam mengutus ust. Bachtiar Nasir dan KH. M. Zaitun Razmin untuk menjadi juru runding dengan pihak istana, akan tetapi juru runding tersebut menolak bertemu karena hanya akan ditemui oleh Menkopolhukam dan beberapa utusan resmi dari Presiden. Dua kali menolak kemudian Pangdam Jaya dan Kapolda Metro Jaya menawarkan pada juru runding bahwa akan ditemui oleh Bapak Wapres RI dan dari pertemuan dengan juru runding mendapat keputusan bahwa Wapres RI memberikan jaminan akan memproses dengan cepat dan transparan serta meminta waktu selama 2 minggu untuk merealisasikannya.

Massa yang seharusnya menurut protap pada pukul 18.00 harus sudah selesai belum juga membubarkan diri karena masih berlangsungnya pertemuan juru runding dan Wapres RI. Para peserta aksi mulai terprovokasi tindakan represif dari Polri yang menyebabkan adanya kericuhan kecil, agar tidak terjadi bentrok yang tidak di inginkan maka FPI menjadi pagar antara Polri dan peserta yang terprovokasi. FPI tetap konsisten membawa misi aksi damai sehingga sebisa mungkin tetap menjaga saudara muslim yang sudah terprovokasi. Hal yang di sesalkan adalah Polri melakukan tindakan represif untuk membubarkan para peserta aksi dengan melakukan dorongan, gas air mata, dan peluru karet yang menyebabkan kondisi semakin tak terkendali. Kapolda pun turun tangan mencoba untuk menghentikan tembakan peluru karet dan gas airmata, akan tetapi sudah ada satu korban jiwa dari peserta aksi yang meninggal dunia karena asma. Innalillahi wa innaillaihi rojiun. Dini hari Komisi 3 DPR menerima delegasi dari GNPFMUI pada pukul 03.00 dan mereka akan menekan pemerintah pusat untuk memenuhi janjinya di depan massa aksi damai. Akhirnya pada tanggal 5 Nov 2016 pukul 04.05 Aksi Bela Islam II resmi di bubarkan.

Sungguh heroik perjuangan saudara kita disana, membela apa yang memang harus dibela yaitu Al Quran. Selang beberapa hari banyak statement yang keluar menganggap aksi ini ditunggangi oknum politik bahkan ada yang mengatakan aksi ini bayaran 500.000. Mungkin memang ada oknum politik yang ikut aksi ini tapi sekali lagi ini bukan masalah politik tapi masalah hati umat muslim yang ternodai dengan penistaan Al Quran.

Dari aksi ini saya pribadi sangat menyayangkan sedikit kericuhan yang terjadi dan juga sikap Presiden RI yang tidak menemui para peserta aksi dengan malah meninjau proyek di bandara yang mungkin bisa di tunda lain waktu. Apakah tidak ada fasilitas helikopter untuk Presiden apabila alasan jalan jalan yang tidak memungkinkan? Ketika jalanan macet biasanya Polisi juga bisa membuka jalanan apabila ada pejabat pemerintah yang lewat, apa ini tidak bisa? Mungkin ini pemikiran sempit saya yang seorang karyawan perusahaan biasa dan hanya lulusan diploma. Andaikan Presiden datang dan shalat bersama di Masjid Istiqlal mungkin tidak akan terjadi kericuhan, tidak sampai larut malam, dan bahkan tidak akan ada korban jiwa. Tapi saya apresiasi untuk Bapak Presiden RI yang pada dini hari pukul 00.10 tanggal 5 Nov 2016 menggelar konferensi pers pernyataannya akan Aksi Bela Islam II yang berjalan damai ini. Polri pun memenuhi janjinya tepat 2 minggu setelah Aksi Bela Islam II menetapkan Gubernur yang menistakan Al Quran sebagai tersangka.

Setelah ditetapkan menjadi tersangka tak lantas membuat umat muslim merasa selesai perjuangannya, umat muslim harus mengawal sampai keputusan palu hakim di ketukkan. GNPF-MUI pun berencana akan mengadakan aksi lanjutan Bela Islam III yaitu istighosah, doa untuk negeri dan shalat jumat di sepanjang Semanggi - Istana. Banyak pihak yang tidak setuju dengan adanya aksi ini sampai ada pelarangan untuk peserta berangkat ke Jakarta dan himbauan bagi perusahaan transportasi untuk tidak melayani peserta yang akan ikut aksi. Melalui mediasi yang dilakukan oleh MUI yang mempertemukan GNPF MUI dan Polri maka terdapat beberapa poin kesepakatan yaitu aksi akan dilakukan di lapangan Monas dan menghentikan himbauan yang melarang keberangkatan peserta dan menghalang-halangi perusahaan bus yang akan mengantarkan para peserta aksi ini.

Tanggal 2 Des 2016 sudah mulai banyak pemberitaan tentang persiapan Aksi Bela Islam III, banyak rombongan dari berbagai wilayah Indonesia mulai berdatangan ke Jakarta. Salah satu rombongan yang sangat heroik menurut saya adalah rombongan dari Ciamis, yang mana mereka berjalan kaki dari Ciamis menuju Jakarta. Kemarin ketika saya berangkat ke Bandung melewati Ciamis waktu yang saya tempuh kurang lebih 3 jam untuk sampai Bandung dari Ciamis, bisa dibayangkan betapa jauhnya perjalanan yang akan mereka jalani. Rasa simpati pun mengguyur ribuan peserta Ciamis ini, mereka tak pernah kekurangan stok konsumsi untuk menemani perjalanan mereka karena masyarakat sudah siap menyambut mereka dipinggir jalan dengan makanan dan minuman. Lantunan takbir menggema disetiap jalan yang mereka lewati, panas terik dan kerasnya aspal tak pelak membuat sedikit luka dikaki mereka tapi tetap saja ada orang yang memperhatikan mereka dengan menyiapkan sandal gunung yang mungkin bisa lebih melindungi kaki mereka.

Akhirnya pada tanggal 3 Des 2016 mereka sampai di Bandung disambut oleh Walikota Bandung dan Gubernur Jabar, Bapak Gubernur pun menjanjikan fasilitas transportasi untuk mengangkut para peserta aksi dari Bandung ke Jakarta. Saya bertemu dengan rombongan kafilah Ciamis ini saat saya dalam perjalanan bekerja mengunjungi Rumah Sakit dan tiba-tiba ada berkas tertinggal yang harus membuat saya kembali ke kantor. Alhamdulillah Allah masih memberikan kesempatan saya untuk melihat para mujahid pembela Al Quran, terasa bercampur aduk rasa ini antara bangga punya saudara muslim yang semangat berjuang membela Al Quran dan sedih belum bisa ikut berjuang bersama mereka. Sepanjang perjalanan saya hanya bisa mendoakan semoga perjuangan mereka dibalas kelak, semoga Al Quran jadi pembela mereka di akhirat nanti.

Rombongan lain yang menyita perhatian saya adalah rombongan yang berasal dari Padang, Sumatera Barat. Mereka berangkat ke Jakarta dengan menyewa beberapa pesawat untuk berangkat ke Jakarta lantaran ada larangan bagi perusahaan bus untuk pemberangkatan aksi ini. Rombongan kafilah Bogor pun tak mau kalah berfastabiqul khoirot dengan para kafilah lain, mereka berjalan dari Bogor menuju Jakarta. Berbagai rombongan datang berbondong-bondong ke Jakarta untuk ikut Aksi Bela Islam III, kampung saya Wonosobo pun memberangkatkan 10 bus untuk ikut menjadi peserta aksi.

Banyak sekali halangan yang diterima para mujahid-mujahid ini ketika akan berangkat ke Jakarta tapi tak menghalangi niat yang kuat dalam hati mereka. AA Gym yang akan memberangkatkan puluhan ribu santrinya pun terpaksa dibuat kecewa oleh pihak bus yang tiba-tiba membatalkan pesanan beliau. Tak jadi halangan bahkan semakin membuka hati banyak orang untuk saling bahu-membahu berjuang di jalan Allah.

Saya yang tak bisa ikut dalam Aksi Bela Islam III ini memilih berperan sebagai Muslim Cyber Army yang siap melawan fitnah di media sosial, siap menyebarkan fakta kebaikan yang ada, dan siap menunjukkan bahwa islam rahmatan lil ‘alamin. Saya selalu menyaring informasi yang saya dapat dari media sosial dan kemudian saya share kembali sebagai salah satu andil saya dalam Aksi Bela Islam III.

Kawasan Monumen Nasional yang menjadi pusat dari Aksi Bela Islam III pada pukul 09.00 pun sudah padat dan tidak akan mampu menampung lebih banyak lagi. Peserta sampai memadati jalan sepanjang Medan Merdeka Timur, Gambir, sampai Tugu Tani. Atmosfirnya lebih mendalam dari aksi 411, banyak masyarakat yang membagikan makanan dan minuman gratis kepada para peserta aksi, saling bantu ketika akan wudhu, saling mengingatkan apabila keluar perkataan kotor dan gema takbir yang tak pernah usai. Inilah kekuatan umat muslim yang sesungguhnya, saling tolong menolong dan tak pernah berhitung dengan apa yang ia punya karena pada dasarnya ia tak punya apa-apa.

Menjelang shalat jumat rintik hujan mulai turun membasahi para peserta Aksi Bela Islam III, seakan tubuh mereka di basuh atas perjuangan mereka membela Al Quran. Bapak Presiden beserta Wapres dan jajarannya pun ikut turut serta menjadi makmum pada shalat jumat tersebut. Sungguh aksi yang sangat mulia, yang sangat damai, dan yang akan menjadi contoh dan standar pada aksi-aksi selanjutnya. Peserta Aksi Bela Islam III yang diperkirakan lebih dari 7 juta jiwa ini menyita perhatian dunia, menunjukkan Indonesia adalah negara yang demokratis, dan menunjukkan bahwa Islam agama yang benar-benar cinta akan kedamaian.

Aksi Bela Islam III yang lebih dikenal dengan aksi 212 menunjukkan betapa berkualitasnya ukhuwah islamiyah yang dimiliki umat muslim, berkumpul menjadi satu dari berbagai daerah, ras, dan suku demi membela Al Quran dan mendoakan negeri ini. Aksi ini juga menjadikan gerbang kebangkitan umat islam dimana setiap orang dari setiap persyarikatan bahkan yang mempunyai perbedaan keyakinan mazhab bisa berkumpul dalam satu komando islam. Sudah jelas sekarang Al Quran lah yang mampu menggerakkan berjuta hati masyarakat di Indonesia, bukan politik pilkada bahkan hanya sekedar bayaran 500.000. Aksi ini juga menjadi pembelajaran bagi media massa di Indonesia yang mana dalam pemberitaan nya harus bersifat obyektif bukan membela salah satu pihak dan harus sesuai fakta di lapangan sehingga tak perlu ada penolakan stasiun TV pada saat meliput acara.

Aksi 411 dan 212 merubah segalanya, banyak gerakan yang muncul untuk membangkitkan semangat berjuang umat muslim seperti 212 mart, koperasi 212, dan mulai banyak penguatan ekonomi dalam umat islam. Ini menunjukkan era baru dalam generasi muslim akibat getaran Surat Al Maidah, semangat reformasi umat muslim yang mulai di galakkan semoga menjadikan kekuatan baru umat muslim dalam segala aspek. Selamat datang di Era Muslim Milenium dan mari kita selalu jaga semangat 411 dan 212 agar Islam benar-benar bangkit.


Akbar Wicaksono
Bandung, 19-12-2016

Kamis, 15 Desember 2016

Berselimut Rindu

"Kriiiing..kriiiing..." Bunyi alarm membangunkanku dari lelapnya tidur semalam setelah mencari oleh-oleh untuk ku bawa pulang ke kampung halaman tercinta, Wonosobo. Yah akhirnya hari ini aku akan pulang untuk menjenguk orang tua setelah 6 bulan berkelana dan belajar bertahan hidup sendiri tanpa keluarga, dan ternyata aku tak bisa. Selalu ingin kembali kerumah, selalu ingin bercengkerama dalam dinginnya senja bersama segelas teh hangat. Sebentar lagi inginku ini akan tercapai melepas penat memeluk kerinduan akan hangatnya rumah.

Kereta api lah yang ku pilih untuk menemani perjalanan ku ke Purwokerto kemudian lanjut ke Purbalingga untuk sekedar berkunjung ke rumah Doni, sahabat yang dulu satu kamar ketika masih sama-sama belajar ilmu keperawatan. Sampailah di Purwokerto pukul 20.00 yang mana saat itu aku di jemput oleh Dendi. Dendi adalah teman dari Doni, kita sudah sering bertemu bahkan pernah sampai malam nongkrong minum kopi dan disisipi obrolan kecil di tengah dinginnya Wonosobo. Memang sengaja aku agendakan kepulanganku ini untuk mampir ke Purbalingga untuk menjenguk Ibu-nya Doni yang 2 bulan lalu sakit dirawat di rumah sakit. "Kapan aku bisa menjenguk ibu-nya Doni? Yah semoga ada waktu ketika pulang untuk menjenguknya"  gumamku dalam hati kala itu. Alhamdulillah akhirnya bisa menjenguk meskipun hanya sehari.

Aktor yang kutunggu pun baru muncul esok hari pukul 08.00 karena saat itu ia jaga malam di salah satu rumah sakit ortopedi di Purwokerto. 3 tahun kami berteman, satu kamar, tidur satu kasur berdua, tiap malam kami saling mencurahkan perasaan apapun itu entah masalah wanita, keluarga, masa depan, bahkan ketika kami tak punya uang kami saling berbagi, beli bakso keliling menggunakan tabungan receh 500an dikamar kami, ah sungguh indah memori itu. Meskipun hanya beberapa jam bertemu tapi cukup untukku masuk kedalam dunianya, bercerita masa lalu, bercerita tentang teman angkatan, semua itu yang kami sebut "obrol dobol" hehe.

Waktunya aku melanjutkan perjalanan ke Wonosobo, dalam rintik hujan dan bau bus yang sangat khas aku mmencoba mengingat memori 2 tahun silam. Sudah lama aku tak berada dalam keadaan seperti ini, dalam bus yang penuh sesak, bau badan para pencari nafkah, berdiri yang membuat leherku tersiksa karena harus menunduk, aku coba untuk menikmati perjalanan ini. "Selamat Datang di Wonosobo" terpampang jelas kata itu di tugu perbatasan Wonosobo dan Banjarnegara. Sebentar lagi  aku sampai, segera aku membuka blackberry messenger ku untuk memberi tahu adikku Satrio untuk bersiap-siap menjemputku. Sampailah aku dirumah kecil nan hangat, kujabat tangan kasar penuh perjuangan, kucium sebagai bentuk baktiku pada mereka, yah mereka Bapak dan Ibu ku. Semoga selalu di beri kesehatan untuk mereka. aamiin

Esok hari aku berniat untuk membuat kartu pencari tenaga kerja di Disnakertrans Wonosobo, hanya untuk jaga-jaga apabila dibutuhkan mendadak. Kuhubungi salah seorang anggota Sohibul Iman yaitu Fikri untuk menemaniku sekaligus bisa berkunjung ke kantor IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah), bernostalgia melihat rekam jejak perjuangan bersama teman dulu. Tak lupa kita berkunjung ke salah satu masjid terfavorit yaitu Masjid Al Arqom di depan SMA Muhammadiyah Wonosobo. Setelah shalat jumat kami kembali ke kantor IPM, disana bertemu dengan beberapa teman ketika kami berorganisasi dulu. Sungguh hal yang tak disangka-sangka kami bisa bertemu, memanfaatkan waktu sedikit mengobrol mengenai nikah muda yang selalu membuat malu diri sendiri.

Hari-hari berikutnya aku berkunjung ke saudara-saudara semua, mulai dari mbah, bulek, budhe, semuanya aku kunjungi. Meskipun sebentar setidaknya aku tahu bagaimana keadaan mereka, kesehatan mereka, merasakan hangatnya suasana saudara, dan melepas belenggu rindu kepada mereka. Malam hari adalah golden time bagi sebuah keluarga di kota kecil yang dingin, segelas teh hangat disertai tempe kemul menemani diskusi kita sekeluarga malam itu. Diskusi atau obrolan kami di ruang keluarga sedikit menyinggung mimpi aku dan adik ku, bahkan aku pun menangkap apa yang mereka impikan dimasa tua mereka. Semoga kelak akan ada kesempatan sedikit membalas perjuangan mereka. Mereka adalah orang tua yang sangat peduli akan mimpi anaknya, yang rela berjuang agar anaknya mampu belajar dari kehidupan, dan yang rela mengorbankan kekayaan hartanya demi kekayaan pola pikir anaknya. 

Pagi ini aku segera bersiap untuk menemui teman yang kami sebut Let's, kami sepakat untuk bertemu di salah satu cafe yang paling hits di kota Wonosobo. Langit mendung jadi temanku selama perjalanan ke cafe tersebut hingga di tengah perjalanan akupun harus menggunakan jas hujan karena gerimis mulai datang di kota yang kerap di juluki kota hujan ini. Fikri dan Laili sudah menunggu disana, akhirnya kita pun bisa kumpul kembali setelah terakhir berkumpul akhir tahun lalu, ya tepat satu tahun. Meskipun beberapa personil ada yang tak bisa hadir tapi kami masih bisa berjumpa via video call seperti dengan Dika. Memang sekarang dunia yang serba canggih tak bisa jadi penghalang kita untuk bersilaturahim, banyak cara yang bisa dilakukan dengan memanfaatkan teknologi. Hal yang tak disangka adalah kami bertemu dengan teman seperjuangan kami ketika masih di IPM, setelah 5 tahun tidak bertemu karena saling belajar di perguruan tinggi, Miftah. Tiba-tiba suasana cafe tersebut heboh karena kami berempat, serasa kembali ke masa dimana kita masih 17 tahun. Layaknya orang yang sudah lama tak jumpa kami pun sibuk bertanya keadaan, pekerjaan dan masih banyak lagi. Hal yang paling aku kagumi dari seorang Miftah adalah ia mampu menjaga istiqomah dalam ibadahnya seperti shalat tahajud dan puasa daud. Semoga aku bisa istiqomah seperti beberapa temanku yang sudah berjalan bersama indahnya pelukan istiqomah.

"Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang dzalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: "Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrabku(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia." (QS. Al Furqan: 27-29). Memang tak sepantasnya ketika semua orang kita jadikan sebagai teman, kita harus mampu memilih dan memilah teman untuk bisa bersama-sama membuat diri kita menjadi lebih baik lagi. Dan dari ayat Al Quran diatas semoga kita tak salah dalam memilih teman, semoga kita mendapat teman yang selalu membuat kita dekat dengan Allah. Aamiin

Dalam dingin dan sejuknya udara pagi ini aku berangkat kembali ke Bandung, kupeluk dan ku cium tangan kedua orang tua ku sembari meminta restu agar dimudahkan dan dilancarkan dalam setiap hal yang aku jalani. Kupalingkan muka pada suasana yang indah dirumah, suasana ramah tamah di kampung halaman, dan saatnya kembali menatap mimpi yang harus aku perjuangkan. Roda bus-pun perlahan meninggalkan tanah dimana 18tahun aku berpijak dan suatu tempat yang akan selalu jadi tujuan untukku kembali. Colekan mesra kernet bus membangunkanku dari lamunanku menyusuri segala kenangan indah di kotaku ini. "Ah sudahlah, saatnya berjuang lagi dan mengumpulkan serpihan rindu akan semua keindahan kota ku ini" gumamku dalam hati.

Dan kesimpulan dari perjalanan ini adalah indahnya berjabat dengan silaturahim, bertegur sapa dalam wajah penuh senyum, dan memeluk hangatnya persaudaraan. Seperti banyak dijelaskan dalam Al Quran bahwa orang yang memutus tali silaturahim atau persaudaraan adalah orang yang dilaknat oleh Allah SWT.  Dalam surat Muhammad ayat 22-23, Allah SWT berfirman, “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka, dan dibutakanNya penglihatan mereka.”

Salam rindu kota ku,

Akbar Wicaksono
Bandung, 15 Desember 2016



http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/13/12/17/mxx7dv-keutamaan-silaturahim

Kamis, 01 Desember 2016

Pejuang Allah

Secara kebetulan alias sudah diatur Allah pada saat perjalanan bekerja untuk mengunjungi Rumah Sakit bisa bertemu saudaraku muslim dari kafilah Ciamis saat melintas di jl.Soekarno Hatta Bandung yang berjalan kaki dari Ciamis untuk aksi damai 3 di Jakarta..
Berkecamuk hati ini antara haru perjuangan mereka membela alquran, bangga punya saudara yg punya ghirah agama tinggi, dan sedih karena tidak bisa bergabung dengan pejuang ini. Sungguh tak beraturan rasa ini.
Tak tergambar rasa lelah pada diri mereka di tengah terik matahari dan panasnya aspal, langit yang biasanya merintikkan air hujan pun enggan menampakkan.
Memang jika dipikirkan untuk apa jalan kaki beratus-ratus kilometer, diterpa dinginnya hujan dan panasnya terik matahari, tapi ini masalah hati, hati yang bergerak karena pedoman hidup yang di nistakan. Dan masyaAllah, pertolongan Allah pun nyata adanya, bantuan logistik tak pernah kurang bahkan berlebih, bantuan mobil pun banyak namun mereka memilih berjalan kaki. Inilah kejadian dimana hati yang bergerak akan menggerakkan beribu hati yg lain.
Semoga sandal, sepatu, tetes keringat, aspal yang kau injak, dan darah kering yang ada di kakimu akan menjadi saksi perjuanganmu kelak di akhirat.

Belum lagi saudara dari kampung ku Wonosobo yang sore ini berangkat ke Jakarta dan saudara-saudara ku yg lain dari seluruh penjuru Indonesia. Semua berbondong-bondong ke Jakarta demi tujuan yang sama.

Kami saudaramu amat sangat bangga pada kalian para pejuang Alquran. Kami punya semangat yang sama denganmu kawan, hanya saja kami tak bisa berangkat kesana karena berbagai hal. Kami hanya bisa mendoakan mu saudaraku semoga kalian semua para kafilah dari penjuru negeri di berikan kesehatan dan keselamatan. Kami yang tak bisa ikut akan berjuang di atas sajadah kami. Salam perjuangan saudaraku.

Akbar Wicaksono
Bandung, 1 Desember 2016

Rabu, 30 November 2016

Problematika Hidup

Islam mengajarkan rukun iman yang diantaranya adalah iman kepada Qada dan Qadar. Percaya bahwa semua kejadian sudah diatur oleh Allah dan sudah ditetapkan sebelum kita lahir. Yang sering jadi permasalahan adalah ketika kita sedang merasa tidak nyaman dengan hidup ini, merasa marah, kecewa, dan lain sebagainya lalu kita menyalahkan Allah atas keadaan yang sedang kita alami. Kita merasa tidak mampu, kita merasa tidak dibantu oleh Allah, seakan-akan kita hidup sendiri di dunia. Tapi apakah sikap seperti itu yang dicontohkan oleh Rasulullah dan dalam AlQuran? sama sekali tidak.

Segala kejadian yang ada baik itu menyenangkan ataupun mengecewakan semuanya sudah menjadi ketetapan Allah, jika kita mendapat hal yang menyenangkan maka kita harus bersyukur dan jika mendapat hal yang mengecewakan maka kita diharuskan bersabar. Seringkali ketika kita mendapat hal yang menyenangkan kita lupa bersyukur, kita lupa bahwa semuanya adalah pemberian dari Allah, dan kita hanya ujub atau bangga dengan apa yg sudah kita raih, merasa bahwa kesuksesan yg kita alami adalah kerja keras kita sendiri. Sebaliknya ketika mendapat hal yang mengecewakan kita marah kepada Allah, kita tidak berkaca bahwa selama ini kita lah yang lupa kepada Allah, kita lupa mengerjakan kewajiban kita. Astaghfirullah. 

Lalu bagaimana sebenarnya sikap kita menyikapi permasalahan hidup kepada Allah? simpel saja, terimalah keadaan apapun dengan berserah diri kepada Allah, terima bahwa semua pemberian dari Allah pasti baik untuk kita. “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”.
(Al-Baqarah [2] : 45-46). Ayat tersebut adalah senjata paling ampuh untuk memotivasi diri ketika kita sedang merasa terpuruk.

Memang susah untuk bisa mencapai kematangan hati untuk bisa percaya semua datangnya dari Allah. Tapi apa salahnya kita mencoba, apa salahnya kita belajar ilmu tauhid agar kita benar-benar mampu melewati penjara didunia ini. Mari kita belajar akan indahnya hidup berselimut islam, indahnya hidup dengan percaya bahwa semua kejadian berasal dari Allah, dan percaya bahwa Allah akan selalu menolong kita, 

Fastabiqul Khoirot
Wassalamualaikum wr.wb

Rabu, 28 September 2016

I'm give up

Assalamualaikum

Sebenarnya apa yang kita cari di hidup ini? kalimat itu selalu menguatkan dan selalu mengingatkan tentang tujuan hidup yang sebenarnya. Ketika hati merasa goyah akan semua keadaan yang memaksa untuk sedikit demi sedikit menutup rajutan mimpi yang telah tersusun. Ya seperti itulah hidup, kadang penuh semangat untuk menggapai mimpi, kadang pula pulang dengan pesimis akan mimpi, yang kita butuhkan adalah sesuatu yang bisa membuat kita tetap menjaga semangat yang ada. Kita tidak bisa memecahkan masalah yang sedang kita alami hanya dengan curhat dengan orang disekitar kita, tetapi kita sendiri harus mencari segala hal yang bisa membuat semangat kita tetap ada.

Jika hidup harus ada pencapaian maka dalam hidup pun pasti ada pengorbanan dan kerja keras, bagaimana menjaga kekonsistenan kita dalam mencapai pencapaian kita adalah kita sendiri yang tau. Kita sendiri yang harus memecahkan masalahnya, ibarat telur jika telur tersebut pecah dari dalam maka akan tercipta sebuah kehidupan baru yang luar biasa, akan tetapi lain halnya jika telur tersebut pecah dari luar maka hanya akan menghidupi orang lain bahkan bisa dibuang.

Ya sejahat itu lah hidup, jahat yang memaksa kita untuk selalu kuat. Yang kita butuhkan adalah sesuatu yang bisa membuat kita bertahan dan melawan dunia. Apapun itu hanya kita sendiri tau, jadi tetap jaga mimpi kita agar suatu saat bisa kita capai dan bisa bermanfaat untuk orang lain..
Salam semangat!!!

Senin, 19 September 2016

Saya dan IPM

Di awali dari keikutsertaan berorganisasi pada saat kelas 1 di SMP disitulah mimpi disetiap organisasi yang saya ikuti dimulai. Saat itu ketika kelas satu karena saya jadi ketua kelas maka diikutkanlah OSIS kala itu oleh bagian kesiswaan. Saat itu saya belajar bagaimana membuat sebuah kegiatan yang bisa menggerakkan seluruh siswa disekolah tanpa adanya paksaan tapi dengan konsep yang matang. Di organisasi juga mulai belajar bagaimana bisa mengkoordinir teman-teman baik di dalam organisasi itu ataupun satu sekolah. Dari sini saya mulai bermimpi untuk menjadi bagian terpenting disebuah organisasi yaitu ketua OSIS. Saya kala itu berpikir ketika saya menjadi ketua maka saya akan lebih banyak bisa belajar mengkoordinir teman-teman dan berlatih berbicara di depan umum.

Dari pengalaman tersebut membuat saya ingin melanjutkan berorganisasi di SMA, kala itu saya memilih melanjutkan sekolah tingkat atas ke sekolah yang berbasic agama, ketika di SMA akan masuk OSIS maka diwajibkan untuk pelatihan Taruna Melati 1 yang mana materi yang disampaikan terkait kemuhammadiyahan, IPM, dan isu-isu tentang pelajar. Seiring berjalannya waktu kala itu saya diajak teman saya untuk mengikuti organisasi di luar sekolah yaitu IPM di tingkat pimpinan daerah. IPM adalah organisasi otonom kepelajaran dibawah naungan Muhammadiyah yang mengemban dakwah amar ma'ruf nahi munkar dikalangan pelajar, disini ada beberapa jenjang yaitu pimpinan ranting (tingkat desa atau sekolah), pimpinan cabang (tingkat kecamatan), pimpinan daerah (tingkat kabupaten atau kota), pimpinan wilayah (tingkat propinsi), dan pimpinan pusat (tingkat nasional). Ketika itu konsentrasi saya terpecah karena saya berada di pimpinan daerah IPM dan OSIS di sekolah yang menjadikan saya menjadi kurang aktif di OSIS. Tiba saatnya saya naik kelas 2 SMA yang berbarengan dengan reorganisasi di SMA itu, teman saya Fikri dan saya diberi amanah untuk menjadi ketua di organisasi tersebut. Amanah yang sangat berat bagi kami karena kami harus mentransformasi dari OSIS ke IPM, yah seperti seharusnya di sekolah Muhammadiyah organisasi kepelajaran adalah IPM bukan OSIS.

Tugas kami pun dimulai, kami mulai merubah ruang rapat dengan atribut IPM, mulai merubah penampilan kita dengan menambahkan jas hitam berlogo dan memakai pin IPM, hal tersebut untuk mengenalkan bahwa kita adalah IPM bukan OSIS. Ya memang susah untuk merubah mindset dari OSIS ke IPM di 1000 siswa dan beberapa guru, tapi kami tak gentar sedikit demi sedikit siswa mulai mengetahui bahwa kami telah bertransformasi. Kami mulai memasukkan program kerja yang sesuai dengan kepribadian IPM seperti pengajian rutin bidang dakwah islam, bedah film, jadwal adzan dzuhur, dan lain-lain. Merasa nyaman dengan organisasi ini saya dan teman-teman IPM membuat ruang IPM menjadi tempat nongkrong sembari diskusi sepulang sekolah, bahkan saya sampai sering tidur di rumah Fikri untuk diskusi program kerja yang kami kerjakan.

Tiba-tiba terbesit pikiran untuk mengajukan ke pihak sekolah untuk mengadakan seragam IPM untuk menggantikan seragam OSIS, meskipun ayahnya Fikri adalah kepala sekolah tetapi tidak mudah untuk membuat seragam IPM menggantikan seragam OSIS dan waktu itu kami mengajukan alternatif kedua yaitu pemberian bed IPM di seragam OSIS. Akhirnya pilihan kedua kami yang di terima oleh sekolah, alhamdulillah 1000 siswa sudah memasang bed IPM di lengan kanan seragam OSIS mereka. Setidaknya perjuangan kami ada hasilnya, itu merupakan pencapaian terbesar angkatan kami karena kami sadar tugas yang kami emban ini begitu berat maka tak heran jika yang masih bertahan hanya 7 orang di angkatan kami. Alhamdulillah sekarang siswa di SMA Muhammadiyah Wonosobo sudah menggunakan seragam IPM.

Ketika di pimpinan daerah maka tugas kami mengurus pimpinan cabang dan ranting di seluruh kabupaten. Disana saya di amanahkan untuk menjadi sekretaris bidang Pengkajian ilmu pengetahuan, di pimpinan daerah kami lebih bisa berkreasi dalam dakwah karena kami tidak terikat oleh sekolah. Program kerja rutin yang kami kerjakan salah satunyaadalah FORTASI (forum taaruf dan orientasi), yah kalo di sekolah umum dikenal dengan MOS lah, tp jangan disamakan ya? di kegiatan ini lebih banyak disisipkan materi tentang kemuhammadiyahan, birul walidain, keIPMan, tata cara shalat, enterpreneur, westernisasi dll. Dalam kegiatan tersebut kami yang berada di pimpinan daerah adalah yang memberikan materi jadi kami mau tidak mau harus menguasai materi yang akan kami berikan, satu minggu kami merasakan jadi seorang guru.

Teman-teman yang berada di pimpinan daerah berasal dari berbagai kalangan, ada yang sudah kuliah, kerja ataupun yang masih sekolah seperti kami. Hal tersebut yang membuat saya bisa belajar banyak, belajar tentang berbicara di khalayak ramai, belajar mengatur waktu sekolah dan organisasi, belajar ikhlas berbagi, belajar lain-lain masih banyak yang tak bisa disebutkan. Pernah suatu waktu ketika saya kelas 3 sebelum diadakannya Musyawarah Daerah yaitu akhir dari kepemimpinan periode, kami mengadakan Taruna Melati 2 di sebuah kecamatan di Wonosobo. Saya yang waktu itu di amanahkan menjadi panitia sering kali survey tempat dan kesiapan acara yang membuat kami harus pintar membagi waktu sekolah dan kegiatan tersebut yang saat itu di sekolah sudah intens untuk tambahan belajar karena mendekati ujian nasional. Tak jarang saya dan Fikri pulang ba'da isya sampai rumah dengan seragam yang basah kuyup karena survey dilakukan setelah selesai tambahan belajar di sekolah. 

Kami sering kumpul bersama ketika di kantor ataupun diluar yang membuat kami sering berdiskusi hal yang ringan seperti pembuatan buletin dakwah. Pada saat selesai kajian di Masjid Al Arqom yang rutin di adakan oleh bidang kajian dakwah islam, kami melakukan rapat koordinasi untuk pembuatan buletin tersebut. Buletin An-Nahl, ya itu nama yang kami sepakati untuk buletin kami yang tayang tiap 2 minggu sekali. Kami memberi nama tersebut mengambil dari surat di Al-Quran yang berarti lebah dan filosofi lebah yaitu mengambil yang baik memberikan yang terbaik yang kami jadikan jargon kami. Alhamdulillah buletin dakwah tersebut sampai sekarang masih berjalan dan menjadikan lebah sebagai icon IPM Wonosobo.

Sunggu banyak pengalaman dan ilmu yang saya dapatkan ketika di IPM, selalu kami ingat bahwa kami lah kader penerus bangsa, kami adalah pelopor, pelangsung dan penyempurna amanah. Semoga teman-teman tetap istiqomah berfastabikhul khoirot dan tetap menjadi agent of change, tetap mencari muka semata-mata kepada ALLAH SWT dimanapun teman-teman berada. IPM?? JAYA

Nuun wal qalami wamaa yasthuruun
Wassalamualaikum wr.wb

Senin, 05 September 2016

Nurse and My Experience!!


Waktu SMA ketika kelas tiga masuk semester 2 mulai banyak alumni yang datang ke sekolah hanya untuk sekedar promosi kampusnya. Pada saat itu teman-teman saya pun mulai mendaftar di universitas berlatar muhammadiyah yang karena kita dari sebuah naungan yang sama maka sedikit dimudahkan. Saat itu memang saya berminat kuliah disana akan tetapi Allah menggariskan lain pada saya karena ketika saya meminta izin untuk kuliah di Jogja tidak diperbolehkan oleh orang tua saya dengan alasan pergaulan yang tidak baik disana dan karena jurusan yang saya pilih mungkin tidak sesuai dengan keinginan orang tua. Yah memang Allah selalu tau apa yang terbaik untuk hamba-Nya dan mungkin memang kala itu saya masih berfikir untuk kuliah di bidang yang saya senangi tanpa pikir panjang, beda dengan orang tua yang pasti berfikir panjang untuk kehidupan anaknya kelak.

Sampai ketika akan dilaksanakannya UN saya masih belum beranjak untuk mencari universitas lain, saya masih mempertimbangkan usulan orang tua antara jadi perawat atau guru. "Ya Allah mantapkanlah hamba harus menempuh pendidikan dimana, tunjukkan jalanMu agar setiap langkah yang ditempuh selalu Engkau ridhoi, dan semoga angkatan saya ini bisa lulus 100% aamiin" kira-kira seperti itulah doa yang selalu saya panjatkan seusai shalat. Akhirnya pilihan pun tertuju pada perawat, mulailah saya mencari kampus keperawatan yang bagus secara prestasi, saya mulai bertanya dengan orang-orang, meminta saran orang tua, googling juga saya lakukan. Orang tua menyarankan agar kuliah di Akper Pemprov Jateng yang di Wonosobo karena lebih dekat dengan rumah dan bisa lebih hemat biaya. Waktu itu ada dua jalur masuk agar bisa bergabung dengan kampus tersebut, ada jalur umum dan khusus. Saya alhamdulillah bisa ikut di jalur khusus karena seluruh nilai diatas 7, jalur khusus banyak untungnya dimana kita masuk tanpa tes hanya dengan nilai raport dan juga ada selisih uang pembangunan disana. 

Sampailah di hari perkuliahan dimana saya dipertemukan dengan teman satu angkatan yang datang dari berbagai wilayah ini, ketika ospek kita dilatih untuk saling care satu sama lain yang mana nanti kita akan menerapkannya ketika berhadapan dengan pasien langsung. Serasa kehidupan yang baru karena saya kuliah di semarang, hidup di asrama dan ada masa karantina 1 bulan yang mana tidak boleh keluar area kampus. Sungguh menyebalkan masa-masa ospek itu. Ketika mulai perkuliahan kita dikenalkan dengan apa itu perawat, bagaimana tugasnya, dll dan saat itu saya berfikir betapa mulianya pekerjaan yang nantinya akan saya geluti ini.

Hari demi hari saya lalui, yah mengalir begitu saja. Sampai tiba saat dimana saya harus belajar praktik langsung di rumah sakit. Ternyata susahnya jadi perawat adalah ketika kita harus tetap senyum dan bersikap melayani pasien di tengah suasana hati yang tak menentu.

Belajar dasar keperawatan seperti memandikan pasien, mengganti laken/sprei, memotong kuku,dll. Ya mungkin untuk sebagian orang berfikiran tidak terlalu penting itu semua tapi bagi perawat itu adalah hal dasar yang harus pasien kita dapatkan, bagaimana mungkin pasien akan sembuh jika tidak menjaga kebersihannya?? Yang ada malah pasien akan bertambah penyakitnya.

Lanjut lagi ke stase medikal bedah, stase ini kita belajar tentang penyakit yang ada di pasien mulai dari penyebab, gejala, sampai ke pengobatannya. Pengalaman yang sangat berharga ketika bisa merawat orang dengan HIV/Aids di rumah sakit, mereka di berikan perawatan di ruang isolasi, bukan bertujuan untuk mengucilkan mereka tetapi karena sistem kekebalan tubuh mereka lemah sehingga diharapkan tidak menambah penyakit yang mereka derita. Beberapa dari mereka yang merasa terkucilkan karena banyak dari orang-orang yang takut untuk berhubungan dengan mereka dengan alasan takut tertular, tapi apabila kita tau proses penularannya maka kita tidak perlu khawatir jika akan berkomunikasi dengan mereka.

Pernah suatu waktu dinas di ruang bedah dimana kebanyakan pasien menderita cancer, mulai dari kanker otak, kanker payudara, kanker serviks, dll. Banyak dari mereka yang kankernya sudah terjadi luka, karena belum menggunakan modern dressing jadi setiap hari kita harus mengganti balutan luka mereka. Bayangkan kita setiap hari melihat orang menahan sakit, menjerit merasakan nyeri, dan setiap hari melihat luka yang tak kunjung sembuh. Menangislah batin ini melihat penderitaan mereka. Suatu waktu saya mendapat tugas untuk merawat anak berumur 16th yang mengidap kanker tyroid, saya setiap hari mengganti balutan lukanya dan setiap hari selalu mendengar tangisannya ketika balutan saya ganti. Ketika ada kesempatan saya bertanya pada ayahnya tentang penyakitnya "anak saya ini sakit sejak kelas 3 SMP mas, dia berjuang sampai kelas 1 SMA dan akhirnya atas anjuran dokter anak saya ini harus rawat inap" kata ayahnya. Anak sekecil itu harus berjuang melawan penyakitnya yang mungkin orang dewasa pun tak sanggup memikulnya. Praktik di lapangan pun selesai dan kita kembali belajar dikampus untuk stase selanjutnya. "Mbak anak saya sudah meninggal 7 hari lalu, mohon doanya semoga khusnul khotimah" Luruh rasanya hati ini melihat SMS dari ayahnya melalui teman saya. Anak yang selama 7 hari saya rawat harus berhenti berjuang, dia tak pernah menyerah, dia ingin sembuh, akan tetapi Allah berkehendak lain. "Semoga menjadi ladang surga bagi orang tua mu nak."

Masuk stase gawat darurat, disini membuat kita lebih bersyukur lagi tentang nikmatnya hidup dan kesehatan. Pernah suatu ketika saya mendapati pasien yang henti jantung sehingga membuat tim kami untuk melakukan resusitasi jantung paru. "satu dua tiga empat lima....tigapuluh". Kami lakukan 30x kompresi dada dan 2x nafas buatan. Tim kami saling bergantian dalam memberikan kompresi maupun nafas buatan. Keringat pun tak kenal sejuknya ac untuk menetes menyusuri badan kami. Berdasarkan hasil observasi dokter menyatakan bahwa pasien sudah meninggal sehingga kita menghentikan proses tersebut. Dengan hati yang berkecamuk kami mempersilakan keluarga masuk sembari kami siapkan untuk perawatan jenazah. "Ya Allah hari ini aku melihat orang sakratul maut, hari ini pula aku berusaha menolong pasienku yang telah Kau panggil menghadapmu, semoga Kau jadikan kami selalu dalam koridormu agar bisa terus menolong orang lain" kataku dalam hati saat itu.
Banyak sekali kisah kami seorang perawat yang banyak orang mungkin tidak tau. Masihkah berfikir perawat itu tidak mulia?. Rasa bangga menjadi seorang perawat adalah ketika kita mampu menolong orang lain dan ketika kita bisa bermanfaat terhadap orang lain, seperti hadist Rasulullah SAW "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain". Yah kata-kata itu yang menjadi penyemangat setiap langkah kami. Tetap berjuang, maju lah PERAWAT INDONESIA!!!!

Kamis, 01 September 2016

Singa Perantauan


Beranjak dewasa saya di sudutkan dengan pilihan kemana akan melanjutkan jenjang pendidikan saya ke lanjutan tingkat atas. Karena nilai saya yang pas-pasan maka susah untuk mencari sekolah yang favorit, pilihan pun terpilah antara sekolah di Wonosobo atau di Purworejo kala itu. Pertama kali saya mendaftar di SMA 2 Wonosobo yang mana menjadi salah satu sekolah favorit di Wonosobo, dan karena nilai bahasa inggris super jelek yang saya terima saat itu adalah permohonan maaf. Cukuplah para pembaca tau tentang apa maksud jawaban itu.

Lanjut mencari sekolah lagi bersama kakak perempuan saya yang kala itupun sedang libur menunggu kuliah dimulai, pilihan selanjutnya adalah SMA Muhammadiyah dimana saya sebenarnya setengah hati daftar kesana karena image di masyarakat sekolah itu banyak anak yang nakal, tawuran, dan yang jelas banyak pelajaran agama yang saya kurang suka. Alhamdulillah, mungkin Allah memang menunjukkan jalan agar memang saya harus belajar agama di sekolah ini, akhirnya semua pernyataan negatif diatas tentang sekolah Muhammadiyah terbantahkan.

Mulai pertama sekolah diisi dengan kegiatan FORTASI (Forum taaruf dan orientasi) kalo di sekolah umum dikenal dengan istilah MOS. Saya mulai kagum dengan kegiatan ini karena yang memberi materi adalah kakak kelas saya sendiri dari IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah), materi yang disampaikan bukan materi biasa akan tetapi materi seperti aqidah, kemuhammadiyahan, tata cara shalat yang benar, enterpreneur, dll yang saya yakin jika bukan karena keberanian dan latihan maka anak seusia kami belum mampu untuk memberikan materi tersebut. Ketika ada pendaftaran untuk bisa ikut IPM maka dengan kekaguman saya dulu waktu fortasi maka saya mendaftarkan diri. Alhamdulillah setelah mengikuti pelatihan akhirnya bisa menjadi bagian dari IPM ini di sekolah.

Banyak kegiatan yang bisa diikuti ketika di SMA itu, dan ketika itu saya diundang untuk mengikuti ekstrakurikuler matematika. Dalam hati saya bilang "mimpi apa semalam orang seperti saya kok diundang untuk ikut ekstrakurikuler matematika?" tapi ya mungkin itu buah dari semangat ayah dalam membimbing saya di pelajaran matematika waktu SD dan SMP. Saya hanya ikut sekali dan selanjutnya melarikan diri hehe. Hal itu karena memang saat itu saya tidak tau kenapa lebih suka dengan kegiatan lain seperti di IPM dan Marching Band. Oh iya, waktu semester 2 sekolah saya mengadakan ektrakulikuler baru yaitu Marching Band, banyak sekali yang ingin ikut ekstra tersebut termasuk saya. Saya pun tergabung di Marching Band tersebut di percussion line.

Masa SMA adalah masa paling berharga untuk saya, banyak pembelajaran yang diambil disana termasuk pembelajaran soal pacaran, yah dimana saya yang saat itu kos di dekat sekolah dan dengan uang saku yg pas-pasan saya harus membaginya untuk makan selama satu minggu, kegiatan sekolah, dan biaya pacaran hehe. Hal itu yang menjadi fondasi pengelolaan uang saya sampai saat ini.

Ketika akan kenaikan kelas XI maka saya diharuskan memilih jurusan IPA, IPS atau Bahasa. Pilihan saya jatuh ke jurusan IPA karena saya berfikir jika mengambil jurusan IPA maka kesempatan saya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya akan mudah. Tak disangka saya berhasil masuk ke kelas IPA 1, saya merasa minder sebenarnya "Apakah bisa saya mengikuti pelajaran di kelas ini yang notabene anak IPA 1 itu terbaik dari IPA yang lain?" ternyata salah pemikiran saya, di angkatan saya IPA dibagi rata tanpa ada yang unggul antar kelas yang lain maka selamatlah saya pada saat itu hehe.

Ada hal yang akan selalu saya ingat tentang kehidupan di kelas karena sekolah kami menggunakan metode moving class dimana kita harus berpindah kelas di setiap pelajaran yang berbeda, kala itu saya punya teman satu bangku, dia orang yang menurut saya dalam kategori cerdas, pernah menjadi ranking 1 paralel di angkatan saya dan pernah juara 2 siswa teladan di Wonosobo. Akan tetapi dia menjadi teman tidur saya di kelas, kita sering bergantian tugas mengawasi guru ketika kami sedang tidur dalam pelajaran tertentu yang kami anggap itu pelajaran membosankan. Ada saat dimana guru aqidah kami selalu memberi kesempatan bertanya kepada yang duduk dibelakang karena dianggap mengantuk dan jika tidak bertanya maka akan diberikan pertanyaan oleh guru kami. Hal tersebut membuat kelas kami saling berebut untuk duduk di depan agar tak ditanya, tetapi beda dengan segerombolan lelaki dikelas saya dimana kita malah duduk di belakang untuk bertanya hal apapun kepada guru kami. Sungguh mengasyikkan momen itu.

Pengalaman di SMA sangat berpengaruh terhadap kehidupan saya saat ini, semuanya di kemas dengan indah dalam memori yang luasnya tak terbatas. Apapun yang terjadi entah jelek ataupun baik itu memang sudah skenario Allah agar kelak disuatu saat bisa diambil pelajaran dan membuat kita akan lebih baik. 


Bandung, 01-09-2016
Akbar Wicaksono





Minggu, 28 Agustus 2016

Pecinta Matematika

Hai Assalamualaikum,

Alhamdulillah masih dapat kesempatan hidup dan kembali bertemu dengan hari senin, hari dimana nabi Muhammad SAW dilahirkan, hari dimana amal-amal manusia dicatat, hari dimana pintu surga terbuka, dan masih banyak lagi keistimewaan hari senin. Lantas masih pantaskah kita bilang I HATE MONDAY?? Astaghfirullah

Masa SMP, yah itu masa yang indah karena di masa itu saya mulai mengenal yang namanya pacaran. Menurut Wikipedia, pacaran merupakan proses perkenalan antara dua insan manusia yang biasanya berada dalam rangkaian tahap pencarian kecocokan menuju kehidupan berkeluarga yang dikenal dengan pernikahan. Sepertinya definisi pacaran menurut wikipedia itu terlalu berat dipahami oleh anak yang masih SMP, mereka hanya mengetahui apabila ada rasa suka dengan lawan jenis maka harus diikat agar orang lain tidak suka dengan orang yang kita suka. Ya sesimpel itulah pemikiran anak yang masih SMP.

Dari didikan seorang ayah yang keras dalam proses belajar alhamdulillah saya bisa mencapai yang terbaik ketika lulusan SD dan dengan mudah masuk SMP di desa saya. Bagaimana tidak mudah, banyak orang disana yang kurang mampu untuk menyekolahkan anaknya ke SMP, bahkan banyak yang orang tuanya mampu tapi tidak ingin menyekolahkan anaknya ke jenjang SMP entah dengan alasan apa, miris ya? Ya itulah yang jadi PR para pemuda untuk merubah mindset tentang pendidikan.

Saya bersekolah SMP di desa dimana tempat saya tinggal, banyak saudara yang menyarankan agar sekolah di kota saja karena pendidikan yang lebih bagus dan bla bla bla. Tetapi ayah saya punya pertimbangan sendiri bahwa dimanapun sekolahnya ketika mau belajar pasti bisa, alasan lain yaitu masa SMP adalah masa dimana anak masih butuh pengawasan dan pendidikan dari orang tua langsung sehingga diputuskanlah saya untuk bersekolah di desa saya.

Saat itu dalam hal akademis saya masih mampu bersaing dalam perebutan ranking dikelas hehe. Ya meskipun nakal di sekolah tapi masih ada lah yang bisa di banggakan dari prestasi akademik. Sewaktu kelas 7 ada teman saya yang namanya Indra dan Sindon, kami bertiga satu kelas dan kami yang paling usil dikelas hehe. Kami sehing di hukum oleh guru matematika karena rame di kelas, menirukan gaya guru, dll. Bahkan kami pernah di pukul pakai sulak dan disuruh jewer-menjewer telinga kita bertiga. Ada satu teman perempuan yang selalu kami kasih kejailan namanya Endah, dia sering kami jambak rambutnya dan kami cubit lengannya. Sungguh keterlaluan, maafkan kami Ndah hehe.

Lanjut ke kelas 8 dimana sudah mulai bisa berfikir mana yang baik dan mana yang buruk. Pada masa itu lah saya mengenal organisasi dimana saya bisa terpilih menjadi bagian dari kepengurusan OSIS. Itu adalah awal dimana saya harus belajar memikul tanggung jawab, ya meskipun masih dalam skala kecil tapi suatu saat hal tersebut pasti bermanfaat untuk kehidupan saya kedepan.

Masih di umur itu saya mulai belajar untuk bisa mengendarai motor agar bisa main kemana saja menggunakan motor, disisi lain hal tersebut juga bermanfaat ketika ibu akan belanja ke kota maka saya yang wajib mengantar beliau. Ini juga jadi sebuah tanggung jawab baru bagi saya untuk mulai membantu orang tua.

Masuk ke kelas 9 kita sudah mulai di forsir dalam persiapan UN, orang tua ketika itu merekomendasikan saya untuk les bahasa inggris dan metematika. Ya dua pelajaran yang paling saya tidak suka dan yang paling saya suka. Karena suatu hal maka les bahasa inggris di hentikan dan lebih intens ke les matematika, hasilnya alhamdulillah memuaskan.

Lulus dari SMP maka dihadapkan pilihan akan lanjut sekolah dimana nantinya. Berat rasanya untuk meninggalkan masa SMP dimana bermain dengan alam bebas tak ada gadget dll. Tapi inilah hidup dimana ada permulaan pasti ada akhir, tinggal bagaimana kita hidup di dunia selanjutnya dengan penuh syukur dan keoptimisan.

Salam Perjuangan
Akbar Wicaksono
Bandung, 29-08-2016

Kamis, 25 Agustus 2016

Merah Putih Seragamku

Haii, assalamualaikum

Setelah sekian lama akhirnya saya mulai tertarik untuk menulis. Ya, mungkin ini tulisan pertama saya dan mohon maaf apabila dalam teknik penulisan ataupun bahasa masih banyak kekurangan. Nama saya Akbar Wicaksono, saya berasal dari kampung "Negeri diatas Awan", Apakah kalian tau? yoi Wonosobo lebih tepatnya. Tempat dimana budaya dan etika belum tergerus oleh budaya barat, tempat dimana pula saya dibesarkan dengan segudang pelajaran. Penasaraan? baiklah, akan saya ceritakan!!!
Saya dibesarkan di keluarga yang sederhana, dimana ayah saya seorang guru SD dan ibu seorang penjual jajanan di kantin sekolah. Dari hal tersebut memaksa saya setiap hari harus belajar dengan ayah saya, ketika UAS tiba pastilah lebih di intensifkan belajar malamnya dan belajar dengan tamparan sekaligus tangisan menjadi hal yang biasa untuk saya. Disisi lain yang kebetulan keluarga saya menempati rumah dinas di SD yang ayah saya mengajar menjadikan uang saku saya di tekan seminimal mungkin, saya masih ingat dimana uang saku saya bertambah apabila naik kelas, dulu ketika kelas 2 SD uang saku saya Rp.200,- dan setiap kenaikan kelas uang saku bertambah Rp.100,- sampai pada akhirnya kelas 6 SD uang saku saya Rp.600,-dan hal itu terjadi ketika periode 1999-2006. Kok 7 tahun? Iya karena saya tinggal di pelosok jauh disana maka belum ada Taman Kanak-kanak sehingga membuat saya 2 tahun belajar di kelas 1 SD.
Dimasa SD dengan uang saku sedikit pada jamannya membuat saya tidak merasa sedikit karena ibu saya jualan disana sehingga ketika akan jajan di kantin ibu saya maka saya tidak akan membayar hehehe. Tetapi dibalik sifat ayah yang keras terhadap kami anaknya, saya tidak menganggap hal tersebut sebagai kekerasan terhadap anak seperti apa yang terjadi belakangan ini tetapi saya menganggap hal tersebut justru sebagai pembelajaran bagi kami anaknya. Itu terbukti ketika saya mampu mendapat ranking di SD dan SMP. ciyee sombong ciyee!!

Di kehidupan semasa SD banyak sekali hal-hal yang menyenangkan, kalau ibu saya cerita dulu ketika belum sekolah saya sering dibawa tetangga kerumahnya, sering dibawa kuli pasar kerumahnya. Mungkin karena pada waktu kecil saya lucu atau terlalu polos ya? hehe. Semasa SD dulu saya sering bermain ke kebun atau kalau orang desa kami bilang "alas" bersama teman-teman saya, mancing di sungai, membuat layangan, main bola antar sekolah/desa, mainan paling modern ya tamiya itu (ndeso banget yaaa). Tapi apapun mainannya kehidupan semasa kecil saya di desa begitu luar biasa, semua natural.

Tapi semasa SD hal terburuk adalah ketika saya di diagnosis dokter mengidap bronkhitis yang membuat saya kontrol ke dokter setiap minggu bersama ibu saya, mungkin karena ayah saya seorang perokok jadi berdampak ke saya tetapi alhamdulillah dinyatakan sembuh pada saat kelas 5 SD. Hal buruk lain adalah ketika SD saya mulai merokok, jangan heran di desa saya anak SD pun sudah merokok karena memang kultur disana banyak petani tembakau dan biasanya orang di desa saya tidak merokok dengan beli di warung tetapi "nglinting" alias membuat rokok sendiri dari hasil tani mereka. Uniknya rokok yang mereka buat komposisinya ada tembakau, cengkeh, menyan, dan daun jagung yg sudah kering sebagai pembungkusnya. 


Gila ya masih SD saja sudah merokok!!! hehehe. Apapunlah itu pengalaman sewaktu SD yang luar biasa buat saya, banyak hal yang masih belum bisa tertulis dan tergambarkan disini. Biarlah memori lain saya simpan sendiri sebagai wujud syukur saya kepada Allah yang telah menciptakan memori yang luar biasa. Sayyidina Umar pernah berkata "Ada kala orang yang mempunyai masa silam paling buruk akan jadi paling baik di masa depan". Saya percaya itu!! 

Salam Fastabikhul Khoirot!!!
Akbar Wicaksono
Bandung, 26 Agustus 2016
Powered By Blogger