Minggu, 18 Desember 2016

AL QURAN SEBAGAI PENGGERAK HATI



“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maidah: 51)

Ayat tersebut sangat luar biasa maknanya bagi seluruh umat muslim di Indonesia, dari orang yang fasih dalam pembacaan Al Quran sampai orang yang mungkin belum bisa membaca Al Quran. Semua orang teralihkan untuk mencari tahu ada apa dengan ayat ini, bahkan saya pun sedikit mencuri waktu disela istirahat kerja untuk sedikit belajar tentang Surat Al Maidah 51. Dan memang luarbiasa kandungan yang tertera dalam ayat ini, bagaimana islam mengatur dalam pemilihan pemimpin yang sesuai dengan aqidahnya. Tapi anggapan atau opini setiap orang berbeda tentang memaknai pemimpin yang baik itu seperti apa, akan sama pemikiran jika umat muslim berorientasi pada kehidupan akhirat yang mana kita harus memilih pemimpin sesuai dengan aqidah kita dan berpedoman pada Al Quran.

Tak pelak jika umat muslim ini berlindung pada surat Al-Maidah 51 dalam pemilihan pemimpin karena memang seperti itulah yang diatur dalam pedoman hidup seorang muslim yaitu Al Quran. Betapa terkejutnya ketika saya melihat salah satu teman yang men-share video tentang Gubernur Jakarta yang berpidato di Kepulauan Seribu itu, dalam video-nya terdapat kalimat “jangan mau dibohongin dengan surat Al Maidah 51”, hal itu sontak memacu adrenalin saya, saya sebagai seorang muslim tidak bisa menerima bahwa apa yang tertulis di pedoman hidup saya dianggap alat untuk membohongi. Bapak Gubernur ini benar-benar menyulut emosi umat muslim di Indonesia dan mengusik kedamaian umat beragama yang selama ini bisa terjaga. Banyak pengguna media sosial saling men-share pemberitaan tersebut, tak sampai 8 jam berita ini sudah menjadi trending topic di dunia maya. Media televisi, elektronik, bahkan cetak pun ramai dengan tagline “Penista Agama” dalam beberapa hari yang menjadikan topik pembicaraan dimanapun tempat saya berada.

Semakin ramai pembahasan akan masalah penistaan agama ini, banyak yang pro kontra mengenai hal tersebut apakah masuk dalam penistaan agama atau tidak. Bahkan sesama muslim pun banyak yang berbeda pendapat, banyak dari mereka yang beranggapan bahwa pernyataan Gubernur Jakarta ini tidak mengandung penistaan agama. Memang seperti itulah hidup dimana setiap orang mempunyai opini nya masing-masing, tetapi opini yang dihasilkan dari pengkajian yang mendalam berdasar ilmu pengetahuan yang dimiliki dan dapat dipertanggungjawabkan.

Dugaan penistaan agama ini langsung direspon oleh beberapa ormas islam, bahkan MUI pun mengeluarkan fatwa bahwa hal tersebut masuk dalam lingkaran penistaan agama. Sontak banyak pihak yang mulai melaporkan penistaan agama tersebut ke kepolisian agar bisa di tindak secara hukum. Semakin ramai pembicaraan yang berkonten penistaan agama di manapun tempatnya dan masyarakat masih menunggu respon dari kepolisian untuk bisa ditindak dengan cepat. Akan tetapi pada akhirnya masyarakat masih kurang puas dengan kinerja yang dianggap lambat dari kepolisian, masyarakat ingin mengingatkan bahwa ini adalah masalah yang serius. Masalah yang amat sensitif karena menyangkut kepercayaan dan keyakinan umat muslim yang diganggu.

Terdengar santer bahwa akan ada aksi demonstrasi pada tanggal 4 November untuk menuntut kasus dugaan penistaan agama ini, masyarakat ingin ketajaman hukum dimana siapapun yang melakukan kesalahan baik orang yang punya jabatan sampai masyarakat sipil harus ditindak secara hukum. Kami sebagai muslim meyakini bahwa suatu saat nanti pengadilan Allah lah yang paling adil, dan ketika Bapak Gubernur meminta maaf pun kami sudah memaafkan. Akan tetapi kembali lagi bahwa Indonesia adalah negara hukum, jika setiap orang yang menista agama tidak ditindak secara hukum maka di khawatirkan nanti akan terjadi hal sedemikian rupa lagi.

Aksi demo bela islam II ini terkenal dengan aksi 411, serentak terjadi di beberapa kota seperti Jakarta, Bandung, Solo, Semarang, Surabaya, Medan, Malang, Makassar, dll. Semua elemen masyarakat berkumpul untuk bersama-sama menyuarakan aspirasi mereka mengenai penistaan agama ini. Ribuan bahkan ratusan ribu umat muslim memadati jantung kota mereka, mereka melakukan aksi damai longmarch membawa pesan bahwa kepolisian harus segera memproses dan menahan si penista agama.

Pagi hari pada tanggal 3 november sebelum berangkat kerja saya sempatkan membaca berita di salah satu portal elektronik yang menyebutkan bahwa pemerintah melalui Kemkominfo memblokir 11 situs web yang dianggap menyebabkan sentimen SARA. Salah satu situs yang diblokir adalah smstauhiid.com milik Abdullah Gymnastiar. Saya sendiri merasa ada yang ganjil dengan pemblokiran ini, situs tersebut bukanlah situs yang menebarkan sara melainkan mengajak orang untuk dekat kepada Allah. Jika Menkominfo beranggapan situs tersebut menyebabkan isu sara maka perlu dilihat dan dikaji kembali mengenai konten yang dipublikasikan situs tersebut.

Siang itu hari jumat tanggal 4 November saya melewati jalan Ir.H.Juanda Bandung, terlihat banyak aparat kepolisian di pinggir jalan. “Kang ini ada acara apa ya kok banyak polisi dan jalur di alihkan?” tanya saya pada penjual buah, “Ada demo kang, umat muslim yang demo penistaan agama” jawabnya. Sengaja saya parkir motor saya di pinggir jalan untuk sekedar melihat perjuangan dan semangat saudara muslimku untuk pembelaan Al Quran yang telah di nistakan. Betapa terkejutnya saya melihat ribuan orang melakukan longmarch dari PUSDAI sampai ke Gedung Merdeka di Jl. Asia Afrika. Bagaimana mungkin orang mau membuang waktu pada jam kerja untuk melakukan demo? Berjalan sejauh 3km ditengah teriknya matahari? Ini dia yang tidak masuk di akal, tapi masuk di hati. Orang tidak akan pernah memahami perjuangan yang dilakukan ini jika memang hatinya tidak terbuka, tidak merasakan apa yang di rasakan umat muslim ketika pedoman hidupnya di tuduh menjadi alat pembohong dalam pemilihan pemimpin.

Saya hanya bisa mengikuti perkembangan aksi ini dari berita yang berada dalam layar  kaca handphone saya. Sebelumnya aksi 411 ini memang sudah ditekankan oleh ketua GNPF-MUI Ust.Bachtiar Nasir dan ketua FPI M.Rizieq Syihab bahwa aksi ini akan berjalan damai tanpa anarkis. Aksi di Jakarta berlangsung di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Bundaran Bank Indonesia, dan Istana Kepresidenan. Banyak umat muslim yang datang dari luar kota ke Jakarta untuk ikut dalam aksi ini, mereka sudah berada di Masjid Istiqlal dan memenuhi setiap shaf saat shalat subuh. Masjid Istiqlal yang berkapasitas 200.000 pun tak mampu untuk menampung umat yang sedemikian banyak ini. Kembali lagi pada masalah hati lah yang mampu menggerakkan umat yang sangat banyak ini, bukan politik bahkan ekonomi semata.

Jakarta berubah menjadi “lautan putih” oleh demonstran yang kebanyakan memakai pakaian putih sebagai identitas mereka. Beberapa toko yang berada di sekitar aksi pun mendadak tutup mangantisipasi akan terjadi hal di luar perkiraan. Kantor pusat saya pun yang berada di Senayan mendadak di pulangkan setengah hari karena mobilitas karyawan yang terganggu. Sungguh sangat berdampak luas akan aksi damai ini dan menunjukkan bahwa Aksi Bela Islam II adalah aksi yang amat serius dari masyarakat mengenai pembelaan mereka terhadap Al Quran yang telah di nistakan. Banyak elemen mengambil bagian dalam Aksi Bela Islam ini seperti para pengusaha air minum yang mendonasikan air mineral untuk peserta aksi, pengusaha sound system agar suara orasi menggelegar dan mampu di dengar semua peserta, bahkan masyarakat biasa pun berlomba-lomba memberikan apa yang mereka punya seperti makanan untuk para peserta aksi. Aa Gym sendiri beserta ribuan santrinya khusus mengambil bagian bersih-bersih dengan sapu dan kantong plastik yang mereka bawa. Sungguh indahnya melihat hal semacam ini yang mana umat muslim menunjukkan kualitas akhlak mereka saling tolong-menolong.

Berdasarkan kronologi kejadian dari GNPFMUI usai shalat jumat di Masjid Istiqlal semua peserta demo melakukan longmarch menuju istana, dan dilanjutkan orasi didepan Istana secara bergantian oleh beberapa elemen yang ada. Perwakilan aksi bela islam mengutus ust. Bachtiar Nasir dan KH. M. Zaitun Razmin untuk menjadi juru runding dengan pihak istana, akan tetapi juru runding tersebut menolak bertemu karena hanya akan ditemui oleh Menkopolhukam dan beberapa utusan resmi dari Presiden. Dua kali menolak kemudian Pangdam Jaya dan Kapolda Metro Jaya menawarkan pada juru runding bahwa akan ditemui oleh Bapak Wapres RI dan dari pertemuan dengan juru runding mendapat keputusan bahwa Wapres RI memberikan jaminan akan memproses dengan cepat dan transparan serta meminta waktu selama 2 minggu untuk merealisasikannya.

Massa yang seharusnya menurut protap pada pukul 18.00 harus sudah selesai belum juga membubarkan diri karena masih berlangsungnya pertemuan juru runding dan Wapres RI. Para peserta aksi mulai terprovokasi tindakan represif dari Polri yang menyebabkan adanya kericuhan kecil, agar tidak terjadi bentrok yang tidak di inginkan maka FPI menjadi pagar antara Polri dan peserta yang terprovokasi. FPI tetap konsisten membawa misi aksi damai sehingga sebisa mungkin tetap menjaga saudara muslim yang sudah terprovokasi. Hal yang di sesalkan adalah Polri melakukan tindakan represif untuk membubarkan para peserta aksi dengan melakukan dorongan, gas air mata, dan peluru karet yang menyebabkan kondisi semakin tak terkendali. Kapolda pun turun tangan mencoba untuk menghentikan tembakan peluru karet dan gas airmata, akan tetapi sudah ada satu korban jiwa dari peserta aksi yang meninggal dunia karena asma. Innalillahi wa innaillaihi rojiun. Dini hari Komisi 3 DPR menerima delegasi dari GNPFMUI pada pukul 03.00 dan mereka akan menekan pemerintah pusat untuk memenuhi janjinya di depan massa aksi damai. Akhirnya pada tanggal 5 Nov 2016 pukul 04.05 Aksi Bela Islam II resmi di bubarkan.

Sungguh heroik perjuangan saudara kita disana, membela apa yang memang harus dibela yaitu Al Quran. Selang beberapa hari banyak statement yang keluar menganggap aksi ini ditunggangi oknum politik bahkan ada yang mengatakan aksi ini bayaran 500.000. Mungkin memang ada oknum politik yang ikut aksi ini tapi sekali lagi ini bukan masalah politik tapi masalah hati umat muslim yang ternodai dengan penistaan Al Quran.

Dari aksi ini saya pribadi sangat menyayangkan sedikit kericuhan yang terjadi dan juga sikap Presiden RI yang tidak menemui para peserta aksi dengan malah meninjau proyek di bandara yang mungkin bisa di tunda lain waktu. Apakah tidak ada fasilitas helikopter untuk Presiden apabila alasan jalan jalan yang tidak memungkinkan? Ketika jalanan macet biasanya Polisi juga bisa membuka jalanan apabila ada pejabat pemerintah yang lewat, apa ini tidak bisa? Mungkin ini pemikiran sempit saya yang seorang karyawan perusahaan biasa dan hanya lulusan diploma. Andaikan Presiden datang dan shalat bersama di Masjid Istiqlal mungkin tidak akan terjadi kericuhan, tidak sampai larut malam, dan bahkan tidak akan ada korban jiwa. Tapi saya apresiasi untuk Bapak Presiden RI yang pada dini hari pukul 00.10 tanggal 5 Nov 2016 menggelar konferensi pers pernyataannya akan Aksi Bela Islam II yang berjalan damai ini. Polri pun memenuhi janjinya tepat 2 minggu setelah Aksi Bela Islam II menetapkan Gubernur yang menistakan Al Quran sebagai tersangka.

Setelah ditetapkan menjadi tersangka tak lantas membuat umat muslim merasa selesai perjuangannya, umat muslim harus mengawal sampai keputusan palu hakim di ketukkan. GNPF-MUI pun berencana akan mengadakan aksi lanjutan Bela Islam III yaitu istighosah, doa untuk negeri dan shalat jumat di sepanjang Semanggi - Istana. Banyak pihak yang tidak setuju dengan adanya aksi ini sampai ada pelarangan untuk peserta berangkat ke Jakarta dan himbauan bagi perusahaan transportasi untuk tidak melayani peserta yang akan ikut aksi. Melalui mediasi yang dilakukan oleh MUI yang mempertemukan GNPF MUI dan Polri maka terdapat beberapa poin kesepakatan yaitu aksi akan dilakukan di lapangan Monas dan menghentikan himbauan yang melarang keberangkatan peserta dan menghalang-halangi perusahaan bus yang akan mengantarkan para peserta aksi ini.

Tanggal 2 Des 2016 sudah mulai banyak pemberitaan tentang persiapan Aksi Bela Islam III, banyak rombongan dari berbagai wilayah Indonesia mulai berdatangan ke Jakarta. Salah satu rombongan yang sangat heroik menurut saya adalah rombongan dari Ciamis, yang mana mereka berjalan kaki dari Ciamis menuju Jakarta. Kemarin ketika saya berangkat ke Bandung melewati Ciamis waktu yang saya tempuh kurang lebih 3 jam untuk sampai Bandung dari Ciamis, bisa dibayangkan betapa jauhnya perjalanan yang akan mereka jalani. Rasa simpati pun mengguyur ribuan peserta Ciamis ini, mereka tak pernah kekurangan stok konsumsi untuk menemani perjalanan mereka karena masyarakat sudah siap menyambut mereka dipinggir jalan dengan makanan dan minuman. Lantunan takbir menggema disetiap jalan yang mereka lewati, panas terik dan kerasnya aspal tak pelak membuat sedikit luka dikaki mereka tapi tetap saja ada orang yang memperhatikan mereka dengan menyiapkan sandal gunung yang mungkin bisa lebih melindungi kaki mereka.

Akhirnya pada tanggal 3 Des 2016 mereka sampai di Bandung disambut oleh Walikota Bandung dan Gubernur Jabar, Bapak Gubernur pun menjanjikan fasilitas transportasi untuk mengangkut para peserta aksi dari Bandung ke Jakarta. Saya bertemu dengan rombongan kafilah Ciamis ini saat saya dalam perjalanan bekerja mengunjungi Rumah Sakit dan tiba-tiba ada berkas tertinggal yang harus membuat saya kembali ke kantor. Alhamdulillah Allah masih memberikan kesempatan saya untuk melihat para mujahid pembela Al Quran, terasa bercampur aduk rasa ini antara bangga punya saudara muslim yang semangat berjuang membela Al Quran dan sedih belum bisa ikut berjuang bersama mereka. Sepanjang perjalanan saya hanya bisa mendoakan semoga perjuangan mereka dibalas kelak, semoga Al Quran jadi pembela mereka di akhirat nanti.

Rombongan lain yang menyita perhatian saya adalah rombongan yang berasal dari Padang, Sumatera Barat. Mereka berangkat ke Jakarta dengan menyewa beberapa pesawat untuk berangkat ke Jakarta lantaran ada larangan bagi perusahaan bus untuk pemberangkatan aksi ini. Rombongan kafilah Bogor pun tak mau kalah berfastabiqul khoirot dengan para kafilah lain, mereka berjalan dari Bogor menuju Jakarta. Berbagai rombongan datang berbondong-bondong ke Jakarta untuk ikut Aksi Bela Islam III, kampung saya Wonosobo pun memberangkatkan 10 bus untuk ikut menjadi peserta aksi.

Banyak sekali halangan yang diterima para mujahid-mujahid ini ketika akan berangkat ke Jakarta tapi tak menghalangi niat yang kuat dalam hati mereka. AA Gym yang akan memberangkatkan puluhan ribu santrinya pun terpaksa dibuat kecewa oleh pihak bus yang tiba-tiba membatalkan pesanan beliau. Tak jadi halangan bahkan semakin membuka hati banyak orang untuk saling bahu-membahu berjuang di jalan Allah.

Saya yang tak bisa ikut dalam Aksi Bela Islam III ini memilih berperan sebagai Muslim Cyber Army yang siap melawan fitnah di media sosial, siap menyebarkan fakta kebaikan yang ada, dan siap menunjukkan bahwa islam rahmatan lil ‘alamin. Saya selalu menyaring informasi yang saya dapat dari media sosial dan kemudian saya share kembali sebagai salah satu andil saya dalam Aksi Bela Islam III.

Kawasan Monumen Nasional yang menjadi pusat dari Aksi Bela Islam III pada pukul 09.00 pun sudah padat dan tidak akan mampu menampung lebih banyak lagi. Peserta sampai memadati jalan sepanjang Medan Merdeka Timur, Gambir, sampai Tugu Tani. Atmosfirnya lebih mendalam dari aksi 411, banyak masyarakat yang membagikan makanan dan minuman gratis kepada para peserta aksi, saling bantu ketika akan wudhu, saling mengingatkan apabila keluar perkataan kotor dan gema takbir yang tak pernah usai. Inilah kekuatan umat muslim yang sesungguhnya, saling tolong menolong dan tak pernah berhitung dengan apa yang ia punya karena pada dasarnya ia tak punya apa-apa.

Menjelang shalat jumat rintik hujan mulai turun membasahi para peserta Aksi Bela Islam III, seakan tubuh mereka di basuh atas perjuangan mereka membela Al Quran. Bapak Presiden beserta Wapres dan jajarannya pun ikut turut serta menjadi makmum pada shalat jumat tersebut. Sungguh aksi yang sangat mulia, yang sangat damai, dan yang akan menjadi contoh dan standar pada aksi-aksi selanjutnya. Peserta Aksi Bela Islam III yang diperkirakan lebih dari 7 juta jiwa ini menyita perhatian dunia, menunjukkan Indonesia adalah negara yang demokratis, dan menunjukkan bahwa Islam agama yang benar-benar cinta akan kedamaian.

Aksi Bela Islam III yang lebih dikenal dengan aksi 212 menunjukkan betapa berkualitasnya ukhuwah islamiyah yang dimiliki umat muslim, berkumpul menjadi satu dari berbagai daerah, ras, dan suku demi membela Al Quran dan mendoakan negeri ini. Aksi ini juga menjadikan gerbang kebangkitan umat islam dimana setiap orang dari setiap persyarikatan bahkan yang mempunyai perbedaan keyakinan mazhab bisa berkumpul dalam satu komando islam. Sudah jelas sekarang Al Quran lah yang mampu menggerakkan berjuta hati masyarakat di Indonesia, bukan politik pilkada bahkan hanya sekedar bayaran 500.000. Aksi ini juga menjadi pembelajaran bagi media massa di Indonesia yang mana dalam pemberitaan nya harus bersifat obyektif bukan membela salah satu pihak dan harus sesuai fakta di lapangan sehingga tak perlu ada penolakan stasiun TV pada saat meliput acara.

Aksi 411 dan 212 merubah segalanya, banyak gerakan yang muncul untuk membangkitkan semangat berjuang umat muslim seperti 212 mart, koperasi 212, dan mulai banyak penguatan ekonomi dalam umat islam. Ini menunjukkan era baru dalam generasi muslim akibat getaran Surat Al Maidah, semangat reformasi umat muslim yang mulai di galakkan semoga menjadikan kekuatan baru umat muslim dalam segala aspek. Selamat datang di Era Muslim Milenium dan mari kita selalu jaga semangat 411 dan 212 agar Islam benar-benar bangkit.


Akbar Wicaksono
Bandung, 19-12-2016

Kamis, 15 Desember 2016

Berselimut Rindu

"Kriiiing..kriiiing..." Bunyi alarm membangunkanku dari lelapnya tidur semalam setelah mencari oleh-oleh untuk ku bawa pulang ke kampung halaman tercinta, Wonosobo. Yah akhirnya hari ini aku akan pulang untuk menjenguk orang tua setelah 6 bulan berkelana dan belajar bertahan hidup sendiri tanpa keluarga, dan ternyata aku tak bisa. Selalu ingin kembali kerumah, selalu ingin bercengkerama dalam dinginnya senja bersama segelas teh hangat. Sebentar lagi inginku ini akan tercapai melepas penat memeluk kerinduan akan hangatnya rumah.

Kereta api lah yang ku pilih untuk menemani perjalanan ku ke Purwokerto kemudian lanjut ke Purbalingga untuk sekedar berkunjung ke rumah Doni, sahabat yang dulu satu kamar ketika masih sama-sama belajar ilmu keperawatan. Sampailah di Purwokerto pukul 20.00 yang mana saat itu aku di jemput oleh Dendi. Dendi adalah teman dari Doni, kita sudah sering bertemu bahkan pernah sampai malam nongkrong minum kopi dan disisipi obrolan kecil di tengah dinginnya Wonosobo. Memang sengaja aku agendakan kepulanganku ini untuk mampir ke Purbalingga untuk menjenguk Ibu-nya Doni yang 2 bulan lalu sakit dirawat di rumah sakit. "Kapan aku bisa menjenguk ibu-nya Doni? Yah semoga ada waktu ketika pulang untuk menjenguknya"  gumamku dalam hati kala itu. Alhamdulillah akhirnya bisa menjenguk meskipun hanya sehari.

Aktor yang kutunggu pun baru muncul esok hari pukul 08.00 karena saat itu ia jaga malam di salah satu rumah sakit ortopedi di Purwokerto. 3 tahun kami berteman, satu kamar, tidur satu kasur berdua, tiap malam kami saling mencurahkan perasaan apapun itu entah masalah wanita, keluarga, masa depan, bahkan ketika kami tak punya uang kami saling berbagi, beli bakso keliling menggunakan tabungan receh 500an dikamar kami, ah sungguh indah memori itu. Meskipun hanya beberapa jam bertemu tapi cukup untukku masuk kedalam dunianya, bercerita masa lalu, bercerita tentang teman angkatan, semua itu yang kami sebut "obrol dobol" hehe.

Waktunya aku melanjutkan perjalanan ke Wonosobo, dalam rintik hujan dan bau bus yang sangat khas aku mmencoba mengingat memori 2 tahun silam. Sudah lama aku tak berada dalam keadaan seperti ini, dalam bus yang penuh sesak, bau badan para pencari nafkah, berdiri yang membuat leherku tersiksa karena harus menunduk, aku coba untuk menikmati perjalanan ini. "Selamat Datang di Wonosobo" terpampang jelas kata itu di tugu perbatasan Wonosobo dan Banjarnegara. Sebentar lagi  aku sampai, segera aku membuka blackberry messenger ku untuk memberi tahu adikku Satrio untuk bersiap-siap menjemputku. Sampailah aku dirumah kecil nan hangat, kujabat tangan kasar penuh perjuangan, kucium sebagai bentuk baktiku pada mereka, yah mereka Bapak dan Ibu ku. Semoga selalu di beri kesehatan untuk mereka. aamiin

Esok hari aku berniat untuk membuat kartu pencari tenaga kerja di Disnakertrans Wonosobo, hanya untuk jaga-jaga apabila dibutuhkan mendadak. Kuhubungi salah seorang anggota Sohibul Iman yaitu Fikri untuk menemaniku sekaligus bisa berkunjung ke kantor IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah), bernostalgia melihat rekam jejak perjuangan bersama teman dulu. Tak lupa kita berkunjung ke salah satu masjid terfavorit yaitu Masjid Al Arqom di depan SMA Muhammadiyah Wonosobo. Setelah shalat jumat kami kembali ke kantor IPM, disana bertemu dengan beberapa teman ketika kami berorganisasi dulu. Sungguh hal yang tak disangka-sangka kami bisa bertemu, memanfaatkan waktu sedikit mengobrol mengenai nikah muda yang selalu membuat malu diri sendiri.

Hari-hari berikutnya aku berkunjung ke saudara-saudara semua, mulai dari mbah, bulek, budhe, semuanya aku kunjungi. Meskipun sebentar setidaknya aku tahu bagaimana keadaan mereka, kesehatan mereka, merasakan hangatnya suasana saudara, dan melepas belenggu rindu kepada mereka. Malam hari adalah golden time bagi sebuah keluarga di kota kecil yang dingin, segelas teh hangat disertai tempe kemul menemani diskusi kita sekeluarga malam itu. Diskusi atau obrolan kami di ruang keluarga sedikit menyinggung mimpi aku dan adik ku, bahkan aku pun menangkap apa yang mereka impikan dimasa tua mereka. Semoga kelak akan ada kesempatan sedikit membalas perjuangan mereka. Mereka adalah orang tua yang sangat peduli akan mimpi anaknya, yang rela berjuang agar anaknya mampu belajar dari kehidupan, dan yang rela mengorbankan kekayaan hartanya demi kekayaan pola pikir anaknya. 

Pagi ini aku segera bersiap untuk menemui teman yang kami sebut Let's, kami sepakat untuk bertemu di salah satu cafe yang paling hits di kota Wonosobo. Langit mendung jadi temanku selama perjalanan ke cafe tersebut hingga di tengah perjalanan akupun harus menggunakan jas hujan karena gerimis mulai datang di kota yang kerap di juluki kota hujan ini. Fikri dan Laili sudah menunggu disana, akhirnya kita pun bisa kumpul kembali setelah terakhir berkumpul akhir tahun lalu, ya tepat satu tahun. Meskipun beberapa personil ada yang tak bisa hadir tapi kami masih bisa berjumpa via video call seperti dengan Dika. Memang sekarang dunia yang serba canggih tak bisa jadi penghalang kita untuk bersilaturahim, banyak cara yang bisa dilakukan dengan memanfaatkan teknologi. Hal yang tak disangka adalah kami bertemu dengan teman seperjuangan kami ketika masih di IPM, setelah 5 tahun tidak bertemu karena saling belajar di perguruan tinggi, Miftah. Tiba-tiba suasana cafe tersebut heboh karena kami berempat, serasa kembali ke masa dimana kita masih 17 tahun. Layaknya orang yang sudah lama tak jumpa kami pun sibuk bertanya keadaan, pekerjaan dan masih banyak lagi. Hal yang paling aku kagumi dari seorang Miftah adalah ia mampu menjaga istiqomah dalam ibadahnya seperti shalat tahajud dan puasa daud. Semoga aku bisa istiqomah seperti beberapa temanku yang sudah berjalan bersama indahnya pelukan istiqomah.

"Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang dzalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: "Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrabku(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia." (QS. Al Furqan: 27-29). Memang tak sepantasnya ketika semua orang kita jadikan sebagai teman, kita harus mampu memilih dan memilah teman untuk bisa bersama-sama membuat diri kita menjadi lebih baik lagi. Dan dari ayat Al Quran diatas semoga kita tak salah dalam memilih teman, semoga kita mendapat teman yang selalu membuat kita dekat dengan Allah. Aamiin

Dalam dingin dan sejuknya udara pagi ini aku berangkat kembali ke Bandung, kupeluk dan ku cium tangan kedua orang tua ku sembari meminta restu agar dimudahkan dan dilancarkan dalam setiap hal yang aku jalani. Kupalingkan muka pada suasana yang indah dirumah, suasana ramah tamah di kampung halaman, dan saatnya kembali menatap mimpi yang harus aku perjuangkan. Roda bus-pun perlahan meninggalkan tanah dimana 18tahun aku berpijak dan suatu tempat yang akan selalu jadi tujuan untukku kembali. Colekan mesra kernet bus membangunkanku dari lamunanku menyusuri segala kenangan indah di kotaku ini. "Ah sudahlah, saatnya berjuang lagi dan mengumpulkan serpihan rindu akan semua keindahan kota ku ini" gumamku dalam hati.

Dan kesimpulan dari perjalanan ini adalah indahnya berjabat dengan silaturahim, bertegur sapa dalam wajah penuh senyum, dan memeluk hangatnya persaudaraan. Seperti banyak dijelaskan dalam Al Quran bahwa orang yang memutus tali silaturahim atau persaudaraan adalah orang yang dilaknat oleh Allah SWT.  Dalam surat Muhammad ayat 22-23, Allah SWT berfirman, “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka, dan dibutakanNya penglihatan mereka.”

Salam rindu kota ku,

Akbar Wicaksono
Bandung, 15 Desember 2016



http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/13/12/17/mxx7dv-keutamaan-silaturahim

Kamis, 01 Desember 2016

Pejuang Allah

Secara kebetulan alias sudah diatur Allah pada saat perjalanan bekerja untuk mengunjungi Rumah Sakit bisa bertemu saudaraku muslim dari kafilah Ciamis saat melintas di jl.Soekarno Hatta Bandung yang berjalan kaki dari Ciamis untuk aksi damai 3 di Jakarta..
Berkecamuk hati ini antara haru perjuangan mereka membela alquran, bangga punya saudara yg punya ghirah agama tinggi, dan sedih karena tidak bisa bergabung dengan pejuang ini. Sungguh tak beraturan rasa ini.
Tak tergambar rasa lelah pada diri mereka di tengah terik matahari dan panasnya aspal, langit yang biasanya merintikkan air hujan pun enggan menampakkan.
Memang jika dipikirkan untuk apa jalan kaki beratus-ratus kilometer, diterpa dinginnya hujan dan panasnya terik matahari, tapi ini masalah hati, hati yang bergerak karena pedoman hidup yang di nistakan. Dan masyaAllah, pertolongan Allah pun nyata adanya, bantuan logistik tak pernah kurang bahkan berlebih, bantuan mobil pun banyak namun mereka memilih berjalan kaki. Inilah kejadian dimana hati yang bergerak akan menggerakkan beribu hati yg lain.
Semoga sandal, sepatu, tetes keringat, aspal yang kau injak, dan darah kering yang ada di kakimu akan menjadi saksi perjuanganmu kelak di akhirat.

Belum lagi saudara dari kampung ku Wonosobo yang sore ini berangkat ke Jakarta dan saudara-saudara ku yg lain dari seluruh penjuru Indonesia. Semua berbondong-bondong ke Jakarta demi tujuan yang sama.

Kami saudaramu amat sangat bangga pada kalian para pejuang Alquran. Kami punya semangat yang sama denganmu kawan, hanya saja kami tak bisa berangkat kesana karena berbagai hal. Kami hanya bisa mendoakan mu saudaraku semoga kalian semua para kafilah dari penjuru negeri di berikan kesehatan dan keselamatan. Kami yang tak bisa ikut akan berjuang di atas sajadah kami. Salam perjuangan saudaraku.

Akbar Wicaksono
Bandung, 1 Desember 2016
Powered By Blogger