Gemerlap
kembang api menghidupkan langit Bandung yang berlatar gelap malam ini. Suara
terompet menyambut tahun baru 2017 pun amat sering terdengar di setiap jalan
yang saya lalui. Terlihat beberapa anak kecil dengan cerianya saling berkumpul
meniup terompet yang baru mereka beli malam itu. Memang banyak sekali pedagang
yang memanfaatkan berjualan terompet ataupun kembang api di awal tahun baru ini
sebagai ladang mereka mencari nafkah. Mungkin mereka berjualan untuk satu hari
saja di tanggal 1 Januari namun bisa saja mereka mampu meraup keuntungan yang
bisa untuk makan anak dan istrinya beberapa hari.
Banyak
sekali perdebatan yang terjadi di beberapa sosial media tentang perayaan tahun
baru ini yang mana Islam tidak mengajarkan umatnya untuk merayakan pergantian tahun.
Islam hanya mengenal hari yang patut dirayakan yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Saya
saat itu pun lebih memilih mengasingkan diri dari riuhnya suasana menjelang
pergantian tahun. Hari sabtu tanggal 31 Desember sengaja saya habiskan waktu
pagi diatas kasur dengan ditemani target yang harus saya capai yaitu
menyelesaikan satu buku bacaan. Entah apa yang terjadi saya tenggelam dalam
buku itu. “Iyalah tenggelam orang nggak
bisa berenang”
Pukul
14.00 saya bersiap untuk pergi ke Masjid Agung Trans Studio Bandung untuk
mengikuti kajian bersama Ust. Salim A Fillah, ya dia masuk dalam salah satu
Ustadz favorit saya. Bukan karena ustadz ini gagah, tinggi dan besar tapi
karena ilmu tentang sejarah beliau dan pengolahan kata dalam penyampaian yang
membuat saya terkesan. Saat itu kajian dimulai agak sore karena memang jalan
yang sedikit padat membuat Ustadz sedikit terlambat. Kajian yang mundur
beberapa jam tak membuat para manusia yang haus ilmu mengurungkan niat, toh
masih bisa melakukan hal yang bermanfaat seperti membaca Al Quran atau membuka
sosial media seperti instagram dan facebook. Banyak orang berfikir negatif
terhadap sosial media yang mana mereka beranggapan sosial media berdampak menjadi
anti sosial dll. Padahal seperti itu tergantung si operator handphone nya, banyak
hal yang bermanfaat di sosial media apabila kita perhatikan. Banyak tulisan
kajian, video kajian, bahkan banyak video para anak muda yang melantunkan ayat
suci dengan indahnya.
Saat
itu saya memilih untuk membuka Al Quran dan mulai membaca surat favorit saya
yaitu Ar-Rahman. Entah apa yang membuat saya suka dengan surat ini, mungkin
banyak Qari’ yang membaca surat ini dengan sangat merdu tapi memang isi dari
surat ini sangat mendalam. Terdapat pengulangan ayat yang artinya “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu
dustakan?”sebanyak 31 kali. Dari ayat tersebut Allah ingin menegaskan bahwa
nikmat yang telah diberikanNya pada kita amatlah besar sehingga sudah pasti
kita takkan bisa mendustakan nikmat yang telah diberikan dan hal tersebut memaksa
bibir untuk mengucap syukur.
Pukul
16.30 pun tausyiah dimulai, dari tausyiah beliau banyak menyinggung tentang
perjuangan Rasulullah, bercerita tentang nabi Ibrahim, nabi Yunus, nabi Yusuf,
dan masih banyak lagi. Ini sebenarnya yang saya suka dari beliau Ust. Salim,
dapat dengan lugas bercerita sejarah tentang perjuangan umat terdahulu yang
mampu mencibir kami dengan perbandingan perjuangan umat sekarang dan terdahulu.
Satu pernyataan beliau yang amat membekas adalah “kita sebagai umat muslim tugas kita adalah berdakwah di setiap sektor
yang kita bisa, dan kita bisa menjadikan hobi, pekerjaan, pertemanan, dan lain
sebagainya sebagai ladang dakwah”. Dakwah yang dimaksud diatas tak selalu
seperti ustadz yang mana kita harus memberi tausyiah di hadapan khalayak ramai
tapi kita bisa dakwah menggunakan cara kita sendiri. Sebagai anak muda kita
masih bisa gaul dan masih bisa keren tapi tetap taat pada agama. Ketika
berbicara konsep dakwah dikalangan anak muda pun dakwah yang dilakukan bisa menyesuaikan
dengan lingkungannya asalkan tetap dalam koridor amar ma’ruf nahi mungkar yaitu mengajak pada kebaikan dan mencegah
kemungkaran. Pada zaman yang serba teknologi ini kita harus mampu melebur, kita
bisa memanfaatkan teknologi dari sosial media kita misalnya dengan hanya
mengganti foto profil di sosial media dengan sebuah ajakan kebaikan, atau
dengan men-share beberapa kajian
ataupun nasihat dari ulama. Hal kecil tapi syarat nilai. “mudah kan dakwah itu?”
Sepanjang
tausyiah ini berlangsung diwarnai oleh serunya musik EDM yang karena diluar
masjid adalah wahana bermain keluarga dan sebuah mall yang disana terdapat
panggung dalam menyambut perayaan tahun baru. Sejatinya hidup memang banyak
dihadapkan dengan berbagai macam pilihan, termasuk saat ini banyak anak muda
yang memilih mengikuti tausyiah mengasingkan diri dari hedonisme dunia. Tak
sedikit juga yang memilih untuk bersenang-senang merayakan pergantian tahun
baru bersama teman, pacar, bahkan mungkin keluarga. Tidak salah ketika mereka
memilih hal tersebut, toh mereka sendiri nantinya yang akan merasakan dampaknya
apakah berdampak di kebaikan ataukah keburukan. Sekali lagi ini hanya masalah
pilihan.
Saya
selalu percaya bahwa “Barangsiapa yang
ingin dipanjangkan usianya dan di banyakkan rezekinya, hendaklah ia
menyambungkan tali persaudaraan” (H.R Bukhari-Muslim). Indahnya silaturahim
tergambar dalam hadits tersebut yang mana Allah telah menjamin nikmat yang
diberikanNya ketika seseorang menyambung tali silaturahim. Saya kira dengan
kita say hello kepada teman di bbm,
instagram, facebok dan lain sebagainya itu sudah termasuk dalam silaturahim
kok. Hal kecil tapi bisa sangat bermakna didalam kehidupan kita, makanya mari
kita sambung silaturahim, mari kita dakwah dengan cara kita masing-masing, dan
saatnya jadi pemuda yang siap membawa islam dimanapun ia berada.
Bandung, 07 Januari 2017
Akbar Wicaksono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar