Kamis, 01 September 2016

Singa Perantauan


Beranjak dewasa saya di sudutkan dengan pilihan kemana akan melanjutkan jenjang pendidikan saya ke lanjutan tingkat atas. Karena nilai saya yang pas-pasan maka susah untuk mencari sekolah yang favorit, pilihan pun terpilah antara sekolah di Wonosobo atau di Purworejo kala itu. Pertama kali saya mendaftar di SMA 2 Wonosobo yang mana menjadi salah satu sekolah favorit di Wonosobo, dan karena nilai bahasa inggris super jelek yang saya terima saat itu adalah permohonan maaf. Cukuplah para pembaca tau tentang apa maksud jawaban itu.

Lanjut mencari sekolah lagi bersama kakak perempuan saya yang kala itupun sedang libur menunggu kuliah dimulai, pilihan selanjutnya adalah SMA Muhammadiyah dimana saya sebenarnya setengah hati daftar kesana karena image di masyarakat sekolah itu banyak anak yang nakal, tawuran, dan yang jelas banyak pelajaran agama yang saya kurang suka. Alhamdulillah, mungkin Allah memang menunjukkan jalan agar memang saya harus belajar agama di sekolah ini, akhirnya semua pernyataan negatif diatas tentang sekolah Muhammadiyah terbantahkan.

Mulai pertama sekolah diisi dengan kegiatan FORTASI (Forum taaruf dan orientasi) kalo di sekolah umum dikenal dengan istilah MOS. Saya mulai kagum dengan kegiatan ini karena yang memberi materi adalah kakak kelas saya sendiri dari IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah), materi yang disampaikan bukan materi biasa akan tetapi materi seperti aqidah, kemuhammadiyahan, tata cara shalat yang benar, enterpreneur, dll yang saya yakin jika bukan karena keberanian dan latihan maka anak seusia kami belum mampu untuk memberikan materi tersebut. Ketika ada pendaftaran untuk bisa ikut IPM maka dengan kekaguman saya dulu waktu fortasi maka saya mendaftarkan diri. Alhamdulillah setelah mengikuti pelatihan akhirnya bisa menjadi bagian dari IPM ini di sekolah.

Banyak kegiatan yang bisa diikuti ketika di SMA itu, dan ketika itu saya diundang untuk mengikuti ekstrakurikuler matematika. Dalam hati saya bilang "mimpi apa semalam orang seperti saya kok diundang untuk ikut ekstrakurikuler matematika?" tapi ya mungkin itu buah dari semangat ayah dalam membimbing saya di pelajaran matematika waktu SD dan SMP. Saya hanya ikut sekali dan selanjutnya melarikan diri hehe. Hal itu karena memang saat itu saya tidak tau kenapa lebih suka dengan kegiatan lain seperti di IPM dan Marching Band. Oh iya, waktu semester 2 sekolah saya mengadakan ektrakulikuler baru yaitu Marching Band, banyak sekali yang ingin ikut ekstra tersebut termasuk saya. Saya pun tergabung di Marching Band tersebut di percussion line.

Masa SMA adalah masa paling berharga untuk saya, banyak pembelajaran yang diambil disana termasuk pembelajaran soal pacaran, yah dimana saya yang saat itu kos di dekat sekolah dan dengan uang saku yg pas-pasan saya harus membaginya untuk makan selama satu minggu, kegiatan sekolah, dan biaya pacaran hehe. Hal itu yang menjadi fondasi pengelolaan uang saya sampai saat ini.

Ketika akan kenaikan kelas XI maka saya diharuskan memilih jurusan IPA, IPS atau Bahasa. Pilihan saya jatuh ke jurusan IPA karena saya berfikir jika mengambil jurusan IPA maka kesempatan saya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya akan mudah. Tak disangka saya berhasil masuk ke kelas IPA 1, saya merasa minder sebenarnya "Apakah bisa saya mengikuti pelajaran di kelas ini yang notabene anak IPA 1 itu terbaik dari IPA yang lain?" ternyata salah pemikiran saya, di angkatan saya IPA dibagi rata tanpa ada yang unggul antar kelas yang lain maka selamatlah saya pada saat itu hehe.

Ada hal yang akan selalu saya ingat tentang kehidupan di kelas karena sekolah kami menggunakan metode moving class dimana kita harus berpindah kelas di setiap pelajaran yang berbeda, kala itu saya punya teman satu bangku, dia orang yang menurut saya dalam kategori cerdas, pernah menjadi ranking 1 paralel di angkatan saya dan pernah juara 2 siswa teladan di Wonosobo. Akan tetapi dia menjadi teman tidur saya di kelas, kita sering bergantian tugas mengawasi guru ketika kami sedang tidur dalam pelajaran tertentu yang kami anggap itu pelajaran membosankan. Ada saat dimana guru aqidah kami selalu memberi kesempatan bertanya kepada yang duduk dibelakang karena dianggap mengantuk dan jika tidak bertanya maka akan diberikan pertanyaan oleh guru kami. Hal tersebut membuat kelas kami saling berebut untuk duduk di depan agar tak ditanya, tetapi beda dengan segerombolan lelaki dikelas saya dimana kita malah duduk di belakang untuk bertanya hal apapun kepada guru kami. Sungguh mengasyikkan momen itu.

Pengalaman di SMA sangat berpengaruh terhadap kehidupan saya saat ini, semuanya di kemas dengan indah dalam memori yang luasnya tak terbatas. Apapun yang terjadi entah jelek ataupun baik itu memang sudah skenario Allah agar kelak disuatu saat bisa diambil pelajaran dan membuat kita akan lebih baik. 


Bandung, 01-09-2016
Akbar Wicaksono





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger