Senin, 19 September 2016

Saya dan IPM

Di awali dari keikutsertaan berorganisasi pada saat kelas 1 di SMP disitulah mimpi disetiap organisasi yang saya ikuti dimulai. Saat itu ketika kelas satu karena saya jadi ketua kelas maka diikutkanlah OSIS kala itu oleh bagian kesiswaan. Saat itu saya belajar bagaimana membuat sebuah kegiatan yang bisa menggerakkan seluruh siswa disekolah tanpa adanya paksaan tapi dengan konsep yang matang. Di organisasi juga mulai belajar bagaimana bisa mengkoordinir teman-teman baik di dalam organisasi itu ataupun satu sekolah. Dari sini saya mulai bermimpi untuk menjadi bagian terpenting disebuah organisasi yaitu ketua OSIS. Saya kala itu berpikir ketika saya menjadi ketua maka saya akan lebih banyak bisa belajar mengkoordinir teman-teman dan berlatih berbicara di depan umum.

Dari pengalaman tersebut membuat saya ingin melanjutkan berorganisasi di SMA, kala itu saya memilih melanjutkan sekolah tingkat atas ke sekolah yang berbasic agama, ketika di SMA akan masuk OSIS maka diwajibkan untuk pelatihan Taruna Melati 1 yang mana materi yang disampaikan terkait kemuhammadiyahan, IPM, dan isu-isu tentang pelajar. Seiring berjalannya waktu kala itu saya diajak teman saya untuk mengikuti organisasi di luar sekolah yaitu IPM di tingkat pimpinan daerah. IPM adalah organisasi otonom kepelajaran dibawah naungan Muhammadiyah yang mengemban dakwah amar ma'ruf nahi munkar dikalangan pelajar, disini ada beberapa jenjang yaitu pimpinan ranting (tingkat desa atau sekolah), pimpinan cabang (tingkat kecamatan), pimpinan daerah (tingkat kabupaten atau kota), pimpinan wilayah (tingkat propinsi), dan pimpinan pusat (tingkat nasional). Ketika itu konsentrasi saya terpecah karena saya berada di pimpinan daerah IPM dan OSIS di sekolah yang menjadikan saya menjadi kurang aktif di OSIS. Tiba saatnya saya naik kelas 2 SMA yang berbarengan dengan reorganisasi di SMA itu, teman saya Fikri dan saya diberi amanah untuk menjadi ketua di organisasi tersebut. Amanah yang sangat berat bagi kami karena kami harus mentransformasi dari OSIS ke IPM, yah seperti seharusnya di sekolah Muhammadiyah organisasi kepelajaran adalah IPM bukan OSIS.

Tugas kami pun dimulai, kami mulai merubah ruang rapat dengan atribut IPM, mulai merubah penampilan kita dengan menambahkan jas hitam berlogo dan memakai pin IPM, hal tersebut untuk mengenalkan bahwa kita adalah IPM bukan OSIS. Ya memang susah untuk merubah mindset dari OSIS ke IPM di 1000 siswa dan beberapa guru, tapi kami tak gentar sedikit demi sedikit siswa mulai mengetahui bahwa kami telah bertransformasi. Kami mulai memasukkan program kerja yang sesuai dengan kepribadian IPM seperti pengajian rutin bidang dakwah islam, bedah film, jadwal adzan dzuhur, dan lain-lain. Merasa nyaman dengan organisasi ini saya dan teman-teman IPM membuat ruang IPM menjadi tempat nongkrong sembari diskusi sepulang sekolah, bahkan saya sampai sering tidur di rumah Fikri untuk diskusi program kerja yang kami kerjakan.

Tiba-tiba terbesit pikiran untuk mengajukan ke pihak sekolah untuk mengadakan seragam IPM untuk menggantikan seragam OSIS, meskipun ayahnya Fikri adalah kepala sekolah tetapi tidak mudah untuk membuat seragam IPM menggantikan seragam OSIS dan waktu itu kami mengajukan alternatif kedua yaitu pemberian bed IPM di seragam OSIS. Akhirnya pilihan kedua kami yang di terima oleh sekolah, alhamdulillah 1000 siswa sudah memasang bed IPM di lengan kanan seragam OSIS mereka. Setidaknya perjuangan kami ada hasilnya, itu merupakan pencapaian terbesar angkatan kami karena kami sadar tugas yang kami emban ini begitu berat maka tak heran jika yang masih bertahan hanya 7 orang di angkatan kami. Alhamdulillah sekarang siswa di SMA Muhammadiyah Wonosobo sudah menggunakan seragam IPM.

Ketika di pimpinan daerah maka tugas kami mengurus pimpinan cabang dan ranting di seluruh kabupaten. Disana saya di amanahkan untuk menjadi sekretaris bidang Pengkajian ilmu pengetahuan, di pimpinan daerah kami lebih bisa berkreasi dalam dakwah karena kami tidak terikat oleh sekolah. Program kerja rutin yang kami kerjakan salah satunyaadalah FORTASI (forum taaruf dan orientasi), yah kalo di sekolah umum dikenal dengan MOS lah, tp jangan disamakan ya? di kegiatan ini lebih banyak disisipkan materi tentang kemuhammadiyahan, birul walidain, keIPMan, tata cara shalat, enterpreneur, westernisasi dll. Dalam kegiatan tersebut kami yang berada di pimpinan daerah adalah yang memberikan materi jadi kami mau tidak mau harus menguasai materi yang akan kami berikan, satu minggu kami merasakan jadi seorang guru.

Teman-teman yang berada di pimpinan daerah berasal dari berbagai kalangan, ada yang sudah kuliah, kerja ataupun yang masih sekolah seperti kami. Hal tersebut yang membuat saya bisa belajar banyak, belajar tentang berbicara di khalayak ramai, belajar mengatur waktu sekolah dan organisasi, belajar ikhlas berbagi, belajar lain-lain masih banyak yang tak bisa disebutkan. Pernah suatu waktu ketika saya kelas 3 sebelum diadakannya Musyawarah Daerah yaitu akhir dari kepemimpinan periode, kami mengadakan Taruna Melati 2 di sebuah kecamatan di Wonosobo. Saya yang waktu itu di amanahkan menjadi panitia sering kali survey tempat dan kesiapan acara yang membuat kami harus pintar membagi waktu sekolah dan kegiatan tersebut yang saat itu di sekolah sudah intens untuk tambahan belajar karena mendekati ujian nasional. Tak jarang saya dan Fikri pulang ba'da isya sampai rumah dengan seragam yang basah kuyup karena survey dilakukan setelah selesai tambahan belajar di sekolah. 

Kami sering kumpul bersama ketika di kantor ataupun diluar yang membuat kami sering berdiskusi hal yang ringan seperti pembuatan buletin dakwah. Pada saat selesai kajian di Masjid Al Arqom yang rutin di adakan oleh bidang kajian dakwah islam, kami melakukan rapat koordinasi untuk pembuatan buletin tersebut. Buletin An-Nahl, ya itu nama yang kami sepakati untuk buletin kami yang tayang tiap 2 minggu sekali. Kami memberi nama tersebut mengambil dari surat di Al-Quran yang berarti lebah dan filosofi lebah yaitu mengambil yang baik memberikan yang terbaik yang kami jadikan jargon kami. Alhamdulillah buletin dakwah tersebut sampai sekarang masih berjalan dan menjadikan lebah sebagai icon IPM Wonosobo.

Sunggu banyak pengalaman dan ilmu yang saya dapatkan ketika di IPM, selalu kami ingat bahwa kami lah kader penerus bangsa, kami adalah pelopor, pelangsung dan penyempurna amanah. Semoga teman-teman tetap istiqomah berfastabikhul khoirot dan tetap menjadi agent of change, tetap mencari muka semata-mata kepada ALLAH SWT dimanapun teman-teman berada. IPM?? JAYA

Nuun wal qalami wamaa yasthuruun
Wassalamualaikum wr.wb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger