Senin, 05 September 2016

Nurse and My Experience!!


Waktu SMA ketika kelas tiga masuk semester 2 mulai banyak alumni yang datang ke sekolah hanya untuk sekedar promosi kampusnya. Pada saat itu teman-teman saya pun mulai mendaftar di universitas berlatar muhammadiyah yang karena kita dari sebuah naungan yang sama maka sedikit dimudahkan. Saat itu memang saya berminat kuliah disana akan tetapi Allah menggariskan lain pada saya karena ketika saya meminta izin untuk kuliah di Jogja tidak diperbolehkan oleh orang tua saya dengan alasan pergaulan yang tidak baik disana dan karena jurusan yang saya pilih mungkin tidak sesuai dengan keinginan orang tua. Yah memang Allah selalu tau apa yang terbaik untuk hamba-Nya dan mungkin memang kala itu saya masih berfikir untuk kuliah di bidang yang saya senangi tanpa pikir panjang, beda dengan orang tua yang pasti berfikir panjang untuk kehidupan anaknya kelak.

Sampai ketika akan dilaksanakannya UN saya masih belum beranjak untuk mencari universitas lain, saya masih mempertimbangkan usulan orang tua antara jadi perawat atau guru. "Ya Allah mantapkanlah hamba harus menempuh pendidikan dimana, tunjukkan jalanMu agar setiap langkah yang ditempuh selalu Engkau ridhoi, dan semoga angkatan saya ini bisa lulus 100% aamiin" kira-kira seperti itulah doa yang selalu saya panjatkan seusai shalat. Akhirnya pilihan pun tertuju pada perawat, mulailah saya mencari kampus keperawatan yang bagus secara prestasi, saya mulai bertanya dengan orang-orang, meminta saran orang tua, googling juga saya lakukan. Orang tua menyarankan agar kuliah di Akper Pemprov Jateng yang di Wonosobo karena lebih dekat dengan rumah dan bisa lebih hemat biaya. Waktu itu ada dua jalur masuk agar bisa bergabung dengan kampus tersebut, ada jalur umum dan khusus. Saya alhamdulillah bisa ikut di jalur khusus karena seluruh nilai diatas 7, jalur khusus banyak untungnya dimana kita masuk tanpa tes hanya dengan nilai raport dan juga ada selisih uang pembangunan disana. 

Sampailah di hari perkuliahan dimana saya dipertemukan dengan teman satu angkatan yang datang dari berbagai wilayah ini, ketika ospek kita dilatih untuk saling care satu sama lain yang mana nanti kita akan menerapkannya ketika berhadapan dengan pasien langsung. Serasa kehidupan yang baru karena saya kuliah di semarang, hidup di asrama dan ada masa karantina 1 bulan yang mana tidak boleh keluar area kampus. Sungguh menyebalkan masa-masa ospek itu. Ketika mulai perkuliahan kita dikenalkan dengan apa itu perawat, bagaimana tugasnya, dll dan saat itu saya berfikir betapa mulianya pekerjaan yang nantinya akan saya geluti ini.

Hari demi hari saya lalui, yah mengalir begitu saja. Sampai tiba saat dimana saya harus belajar praktik langsung di rumah sakit. Ternyata susahnya jadi perawat adalah ketika kita harus tetap senyum dan bersikap melayani pasien di tengah suasana hati yang tak menentu.

Belajar dasar keperawatan seperti memandikan pasien, mengganti laken/sprei, memotong kuku,dll. Ya mungkin untuk sebagian orang berfikiran tidak terlalu penting itu semua tapi bagi perawat itu adalah hal dasar yang harus pasien kita dapatkan, bagaimana mungkin pasien akan sembuh jika tidak menjaga kebersihannya?? Yang ada malah pasien akan bertambah penyakitnya.

Lanjut lagi ke stase medikal bedah, stase ini kita belajar tentang penyakit yang ada di pasien mulai dari penyebab, gejala, sampai ke pengobatannya. Pengalaman yang sangat berharga ketika bisa merawat orang dengan HIV/Aids di rumah sakit, mereka di berikan perawatan di ruang isolasi, bukan bertujuan untuk mengucilkan mereka tetapi karena sistem kekebalan tubuh mereka lemah sehingga diharapkan tidak menambah penyakit yang mereka derita. Beberapa dari mereka yang merasa terkucilkan karena banyak dari orang-orang yang takut untuk berhubungan dengan mereka dengan alasan takut tertular, tapi apabila kita tau proses penularannya maka kita tidak perlu khawatir jika akan berkomunikasi dengan mereka.

Pernah suatu waktu dinas di ruang bedah dimana kebanyakan pasien menderita cancer, mulai dari kanker otak, kanker payudara, kanker serviks, dll. Banyak dari mereka yang kankernya sudah terjadi luka, karena belum menggunakan modern dressing jadi setiap hari kita harus mengganti balutan luka mereka. Bayangkan kita setiap hari melihat orang menahan sakit, menjerit merasakan nyeri, dan setiap hari melihat luka yang tak kunjung sembuh. Menangislah batin ini melihat penderitaan mereka. Suatu waktu saya mendapat tugas untuk merawat anak berumur 16th yang mengidap kanker tyroid, saya setiap hari mengganti balutan lukanya dan setiap hari selalu mendengar tangisannya ketika balutan saya ganti. Ketika ada kesempatan saya bertanya pada ayahnya tentang penyakitnya "anak saya ini sakit sejak kelas 3 SMP mas, dia berjuang sampai kelas 1 SMA dan akhirnya atas anjuran dokter anak saya ini harus rawat inap" kata ayahnya. Anak sekecil itu harus berjuang melawan penyakitnya yang mungkin orang dewasa pun tak sanggup memikulnya. Praktik di lapangan pun selesai dan kita kembali belajar dikampus untuk stase selanjutnya. "Mbak anak saya sudah meninggal 7 hari lalu, mohon doanya semoga khusnul khotimah" Luruh rasanya hati ini melihat SMS dari ayahnya melalui teman saya. Anak yang selama 7 hari saya rawat harus berhenti berjuang, dia tak pernah menyerah, dia ingin sembuh, akan tetapi Allah berkehendak lain. "Semoga menjadi ladang surga bagi orang tua mu nak."

Masuk stase gawat darurat, disini membuat kita lebih bersyukur lagi tentang nikmatnya hidup dan kesehatan. Pernah suatu ketika saya mendapati pasien yang henti jantung sehingga membuat tim kami untuk melakukan resusitasi jantung paru. "satu dua tiga empat lima....tigapuluh". Kami lakukan 30x kompresi dada dan 2x nafas buatan. Tim kami saling bergantian dalam memberikan kompresi maupun nafas buatan. Keringat pun tak kenal sejuknya ac untuk menetes menyusuri badan kami. Berdasarkan hasil observasi dokter menyatakan bahwa pasien sudah meninggal sehingga kita menghentikan proses tersebut. Dengan hati yang berkecamuk kami mempersilakan keluarga masuk sembari kami siapkan untuk perawatan jenazah. "Ya Allah hari ini aku melihat orang sakratul maut, hari ini pula aku berusaha menolong pasienku yang telah Kau panggil menghadapmu, semoga Kau jadikan kami selalu dalam koridormu agar bisa terus menolong orang lain" kataku dalam hati saat itu.
Banyak sekali kisah kami seorang perawat yang banyak orang mungkin tidak tau. Masihkah berfikir perawat itu tidak mulia?. Rasa bangga menjadi seorang perawat adalah ketika kita mampu menolong orang lain dan ketika kita bisa bermanfaat terhadap orang lain, seperti hadist Rasulullah SAW "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain". Yah kata-kata itu yang menjadi penyemangat setiap langkah kami. Tetap berjuang, maju lah PERAWAT INDONESIA!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger