Pages

Minggu, 01 Januari 2017

PILIHAN DALAM PERJUANGAN


“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS Ar-Ruum; 21)

Bandung, 23-12-16
Ku rebahkan badan setelah ku tunaikan kewajiban shalat isya malam ini. Serasa mata ini ingin sekali memejamkan kelopaknya kerana seharian bekerja. Air dalam dispenser segera kupanasi untuk membuat segelas teh madu yang akan menemaniku dalam penjelajahan buku yang akan kubaca malam ini. Entah mengapa buku yang kubeli akhir-akhir ini pembahasannya tak jauh dari percintaan dalam Islam. Buku yang kubaca ini sekaligus menjadi tamparan bagiku dimana aku pernah terjerumus dalam sebuah kata “Pacaran”. Tak perlu lah dijelaskan bagaimana pacaran itu seperti apa, semua orang sudah tau bahkan sudah bisa membandingkan bagaimana positif dan negatifnya pacaran itu.  Mungkin bagi para pelaku pacaran menganggap pacaran juga banyak positifnya, bisa saling mengingatkan entah belajar ataupun beribadah, saling support ketika salah seorang sedang low motivation, dan lain sebagainya. Tapi cobalah kita lihat tentang dampak yang di akibatkan oleh pacaran dari segi apapun termasuk dari segi agama. Jika ada penyataan “Itu semua kan tergantung sama orangnya bisa jaga hubungan atau tidak”, saya sangat setuju dengan pernyataan tersebut. Kembali lagi pada fitrah nafsu yang melekat pada jiwa manusia, bukankah nafsu yang melekat pada jiwa itu sangat susah dijaga? Dan apakah kita yakin mampu menjaga nafsu kita? Itulah yang menjadi poin penting. “Janganlah kalian mendekati zina, karena zina itu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al-Isra:32)
Segala hal yang pernah kita alami memang seharusnya jadi pembelajaran bagi kita untuk menjadi semakin lebih baik lagi. Bukan selalu menyesalkan akan semua yang telah terjadi akan tetapi bersegera memperbaiki dan menyiapkan diri untuk masa yang akan datang. Aku sendiri mencoba berusaha memperbaiki diri, move on dari kata pacaran dan mulai belajar untuk mempersiapkan aku yang nanti akan jadi pemimpin bagi keluargaku. Entah mengapa beberapa waktu ini banyak sekali inspirasi untuk menikah di usia muda baik di sosial media yang ku punya ataupun dari beberapa buku yang aku baca. Gairah itupun muncul dalam benakku yang seolah-olah memaksaku untuk mengikuti jejak mereka yaitu menikah di usia muda. Akan tetapi kembali aku tersadarkan bahwa menikah bukan hanya saling mengalungkan cincin pada jari manis pasangan, tapi saling mengikat komitmen untuk bersama-sama berjuang di dunia mencari jalan pulang ke surga dan mencurahkan ekspresi cinta dalam bingkai kehalalan. Begitu indahnya jika kita bayangkan tentang sebuah pernikahan, tentang mesra nya senda gurau suami istri, manisnya sambutan senyum disertai satu gelas teh hangat sepulang kerja, dan bahkan romantisnya ketika melihat suami menjadi imam seorang istri. “Ya Allah saat ini aku hanya bisa membayangkan manisnya pernikahan, semoga engkau percepat aku menuju indahnya pernikahan aamiin”.
Maka yang menjadi pilihanku sekarang adalah menyiapkan sebaik mungkin sebelum datang waktunya nanti aku bertemu dengan jodohku. “Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” (QS An-Nur 26). Tak ada seorang pun didunia ini yang menolak perempuan baik untuk menjadi pendamping di hidupnya. Maka sudah sepantasnya kita memantaskan diri agar bisa mendapatkan sesorang yang baik menurut Allah, kita berjuang memperbaiki diri sampai tiba saatnya nanti kita mendapati sebuah janji suci. Jika ada orang yang mengatakan “Jodoh kita adalah cerminan kita” maka kembali aku katakan aku sependapat akan hal itu. Aku sependapat karena hal tersebut sangat berkaitan dengan apa yang dijelaskan di Al Quran tadi surat An-Nur ayat 26 yaitu perempuan yang baik untuk lelaki yang baik begitupun sebaliknya.
“Kata Umar bin Khattab, salah satu hak calon anak kita yang harus kita tunaikan adalah dipilihkan ibu yang baik”. Setiap orang mempunyai persepsi masing-masing mengenai ibu yang baik itu seperti apa. Apapun persepsi itu ibu yang baik adalah ia yang mampu mendidik anak selalu dekat dengan Tuhannya dan yang mampu menjadi seseorang dibalik kesuksesan suami. “Sepertinya blusukan meniru gaya Presiden Jokowi demi mencari ibu yang baik harus kita coba. Hehe”
Aku teringat waktu pertama kali aku akan berangkat bekerja di Jakarta, kakekku pernah berpesan “Kamu hati-hati disana, karena lingkunganmu non muslim jangan cari jodoh perempuan non muslim”. Sontak hal itu membuatku tertawa karena melihat seorang kakek yang sedang cemas mengenai jodoh dari cucunya. Hal ini sejalan dengan hadist “Wanita dinikahi karena 4 hal: Karena hartanya, karena kedudukannya, karena cantiknya, dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang baik agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian niscaya kamu merugi.” (HR. Bukhari-Muslim). Pernyataan kakek secara tidak langsung amat mendalam berharap cucunya tidak merugi dalam hidupnya dan juga mengikuti ajaran rasul Muhammad SAW dalam pemilihan seorang wanita unruk dijadikan seorang istri.
Seringkali mata ini dibuat terkagum-kagum seolah tak mau berkedip apabila melihat seorang wanita berparas cantik dengan jilbab yang menjulur menutupi badannya. Rasanya tak mampu diri ini menundukkan pandangan dan tak terasa bibir ini berucap masyaAllah dengan spontan. Kembali aku teringat “Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu untuk kawin, maka hendaklah dia menikah. Karena dengan menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu bisa menjadi perisai baginya” (HR. Bukhari-Muslim). Hadist tersebut menjelaskan kepada kalian yang sudah mampu maka menikahlah dan mampu tidak akan bisa diukur oleh orang lain. Kita sendiri yang bisa menilai apakah kita sudah mampu atau belum mengemban amanah pernikahan. Jika mampu diukur dari segi materi maka Allah memperjelas lagi dalam QS. An-Nur ayat 32 “...Jika mereka miskin niscaya Allah akan memampukan mereka (menjadikan mereka kaya) dengan karunia-Nya...”.

Sudah jelas terlihat akan indahnya pernikahan dan merayakan cinta dalam kehalalan. Allah pun sudah menjamin akan dibukakan pintu rezeki lebih bagi yang mau menikah. Tapi kembali lagi bahwa itu semua adalah pilihan kita masing-masing antara menikah dengan segera atau bersabar dalam menunggu pernikahan. Aku sendiri masih memilih bersabar dalam menunggu pernikahan. Aku harus berjuang menundukkan pandangan dan harus mampu menjadikan puasa sebagai perisai dalam derasnya nafsu. Aku selalu kagum terhadap mereka yang memilih menikah untuk menjaga pandangan dan kemaluan. Apapun itu, pilihan yang kita buat adalah untuk diri kita sendiri dan menjadikan kita lebih baik lagi. Semangat untuk menjadi lebih baik lagi harus selalu kita genggam erat dan harus kita bawa kapanpun dan dimanapun kita berada. Semoga semua pilihan yang kita pilih benar-benar baik dimata diri kita sendiri dan Allah. Aamin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar